Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqurrahman Syahuri mengatakan setiap calon hakim konstitusi harus steril dari partai politik dalam jangka waktu lama, untuk menghindari potensi konflik kepentingan.

"Hakim MK harus steril dari parpol karena potensi konflik parpol di MK cukup besar. Kan ada sengketa pemilu, pilkada, semua disidangkan MK, maka hakimnya harus steril dari parpol," ujar Taufiqurrahman kepada Antara seusai menjadi pembicara dalam diskusi "Menyelamatkan MK, Menyelamatkan Pemilu 2014", di Jakarta, Kamis.

Di dalam Perppu MK yang diterbitkan 17 Oktober 2013 oleh pemerintah disebutkan untuk mendapatkan hakim konstitusi yang makin baik, syarat hakim konstitusi, sesuai Pasal 15 ayat (2) huruf i ditambah, "tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi".

Menurut Taufiqurrahman, ketentuan itu jelas menimbulkan konsekuensi yang harus diterima para guru besar berusia relatif tua, yang saat ini masih menjadi kader partai politik.

Dia mencontohkan saat ini ada kader parpol berkompeten yang berusia 60 tahun dan ingin menjadi hakim konstitusi, maka yang bersangkutan harus melepaskan keanggotaannya di partai politik dan menunggu tujuh tahun untuk bisa mencalonkan diri.

Setelah tujuh tahun, maka usia yang bersangkutan menjadi 67 tahun. Otomatis dia tidak layak lagi menjadi calon hakim konstitusi, karena batas usia calon hakim konstitusi adalah 65 tahun.

"Tapi itu konsekuensi yang harus diterima, karena aturan ini bagus sebagai antisipasi konflik kepentingan parpol dengan Hakim MK. Lagi pula MK ini kan pengadilan, maka kalau bisa yang duduk di sana dari elemen ilmuwan," ujarnya.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma juga sependapat. Pertimbangan Alvon, bahwa transaksi politik terkadang dilakukan partai politik, maka seorang calon hakim konstitusi harus dijauhkan dari keterlibatan parpol.

"Calon hakim konstitusi memang harus tidak menjadi anggota parpol selama tujuh tahun. Saya mendukung itu, bukan karena saya membenci parpol, tetapi persoalannya kadang kala transaksi politik dilakukan oleh parpol," kata Alvon.

Sebelumnya, pada Kamis (17/10) malam, di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Menko Polhukam Djoko Suyanto membacakan Perppu MK yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Perppu itu berisi tiga substansi utama yakni penambahan persyaratan calon hakim konstitusi, mekanisme pengajuan hakim konstitusi dan perbaikan pengawasan Mahkamah Konstitusi.

Beberapa butir Perppu MK itu mengatur antara lain terkait calon hakim konstitusi tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi, pembentukan Majelis Kehormatan MK yang tadinya `ad hoc` menjadi permanen, serta pembentukan panel ahli untuk menguji calon hakim konstitusi ke depannya.

Perppu tersebut dikeluarkan untuk kembali menegakkan wibawa MK menyusul tertangkapnya Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar oleh KPK, terkait dugaan suap perkara sengketa pilkada.(*)