Jakarta (ANTARA) - Hanya perlu dua jam bagi warga Amerika Serikat untuk mencapai Haiti. Dengan jarak 680 km, Haiti jauh lebih dekat ketimbang AS ke Asia, Timur Tengah atau Eropa.

Haiti juga sudah berdiri sejak 1804 atau 141 tahun sebelum Republik Indonesia berdiri.

Namun dengan wilayah yang begitu dekat ke AS yang acap disebut benteng demokrasi dunia dan berumur jauh lebih tua dari Indonesia yang stabil sejak puluhan tahun lalu, Haiti justru kesulitan untuk stabil dan menguatkan demokrasinya.

Mereka kini bahkan dikuasai gengster yang melumpuhkan hampir semua sendi bernegara di negara itu.

Haiti adalah satu-satunya negara di dunia yang dibangun dari perlawanan perbudakan, tepatnya perbudakan oleh kolonial Prancis.

Negara ini menempati bagian barat pulau besar di Laut Karibia, Pulau Hispaniola, sedangkan bagian timur pulau ini menjadi wilayah Republik Dominika.

Negara beribu kota Port-au-Prince itu memiliki jumlah penduduk 11,4 juta jiwa yang mayoritas kulit hitam dari nenek moyang yang didatangkan dari Afrika oleh penguasa kolonial Prancis sebagai budak yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan gula.

Lahir 200 tahun lalu dari semangat emansipasi menentang perbudakan, Haiti justru tak pernah bisa menegakkan diri sebagai simbol emansipasi.

Negara yang seharusnya menjadi inspirasi manusia dalam melawan perbudakan, malah terjerembab dalam perbudakan baru dari elite baru penguasa yang tak lebih korup dari rezim kolonial.
Migran Haiti berbaris untuk makan malam di sebuah kawasan perkemahan wisatawan yang dioperasikan pemerintah Kuba setelah perahu mereka yang menuju ke Amerika Serikat keluar dari jalur dan terdampar di sepanjang pantai utara Kuba, di Sierra Morena, Kuba, Sabtu (28/5/2022). Foto diambil tanggal 28 Mei 2022. ANTARA FOTO/REUTERS/Alexandre Meneghini/WSJ/cfo

Meminjam analisis The Guardian awal Maret ini, korupsi itu sendiri dipupuk oleh elite penguasa Eropa dan Amerika Serikat yang khawatir emansipasi Haiti menyebar ke benua Amerika dan koloni-koloni mereka di seluruh dunia.

Bahkan awalnya negara-negara itu berusaha mengisolasi Haiti dengan tak mengakuinya sebagai negara mereka, termasuk Prancis yang baru mau mengakui kemerdekaan Haiti pada 1825.

Tapi pengakuan itu mesti ditukar dengan syarat pemerintah Haiti membayar ganti rugi 150 juta franc (kini setara 21 miliar dolar AS atau sekitar Rp300 triliun) akibat hilangnya properti Prancis akibat pemberontakan para budak yang berujung kemerdekaan Haiti itu.

Walau angka itu jauh di luar kemampuannya, Haiti bersedia menerima syarat Prancis tersebut. Tapi akibatnya, Haiti harus berutang kepada bank-bank Prancis sampai kemudian terperangkap utang.

Bayangkan saja, 80 persen anggaran belanja Haiti dipakai untuk membayar utang, yang tak pernah selesai sampai seratusan tahun setelah pengakuan Prancis itu.

Baca juga: Pembunuhan Presiden Haiti: Eks hakim agung jadi tersangka

Selanjutnya: Dimiskinkan

Dimiskinkan

Prancis bukan satu-satunya yang memiskinkan Haiti, karena sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat juga melakukannya. Mereka juga terus mengintervensi Haiti dengan mendukung politisi yang dianggap mereka dapat menciptakan “stabilitas”, tapi pada dasarnya melemahkan demokrasi di Haiti.

Contoh termutakhir adalah dukungan AS yang pernah menduduki Haiti dari 1915 sampai 1934. kepada Francois “Papa Doc” Duvalier yang mulai berkuasa pada 1957. Padahal, diktator ini luar biasa bengis dan amat rakus.

Tapi kebrutalan Pap Doc pupus di mata AS mengingat diktator ini diperlukan dalam menangkal komunisme di benua Amerika dan Karibia, yang dikomandoi Fidel Castro di Kuba, negeri yang tak jauh dari Haiti.

Papa Doc pun dialiri bantuan yang tanpa batas, persis dialami para diktator di benua Amerika yang dibutuhkan kehadirannya untuk menangkal komunisme dan gelombang kiri.

Setelah meninggal dunia, Papa Doc diteruskan anaknya, Jean-Claude "Baby Doc" Duvalier. Pada masa inilah, rakyat Haiti sudah tak bisa menahan kesabarannya.

Mereka menumbangkan Baby Doc pada 1986 setelah AS yang menjadi patronnya tak lagi bersedia menyangga kekuasaan Baby Doc yang semakin korup.

Pemerintahan hasil pemilu demokratis lalu terbentuk pada 1988. Namun tak lama kemudian dikudeta oleh tentara.
Mantan Presiden Jean-Bertrand Aristide berbicara di sebelah kandidat presiden Maryse Narcisse dari partai Fanmi Lavalas, dalam kampanye menjelang pemilihan presiden, di Port-au-Prince, Haiti, Kamis (17/11/2016). (REUTERS/Andres Martinez Casare)

Dua tahun kemudian politisi bernama Jean-Bertrand Aristide terpilih dalam pemilu sebagai presiden pada Desember 1990.

Aristide pun tak luput dikudeta. Tapi kekuasaannya dipulihkan pada September 1994 berkat bantuan AS yang mengirimkan 20,000 tentara ke Haiti.

Aristide menempuh sejumlah gebrakan, termasuk melarang milisi bengis peliharaan dinasti Duvalier, Tonton Macoutes. Aristide juga membubarkan angkatan bersenjata.

Tapi dia sendiri membentuk kelompok bersenjatanya sendiri, selain berafiliasi dengan sejumlah milisi bersenjata lainnya.

Ternyata ini malah menyuburkan kelompok-kelompok bersenjata partikelir di negara itu, yang kemampuannya bisa melebihi aparat keamanan resmi.

Kejahatan pun terjadi mana-mana sampai rakyat Haiti bangkit membentuk gerakan bersenjatanya sendiri, untuk menghadapi geng-geng kriminal.

Baca juga: Kekerasan di Haiti sebabkan ribuan orang kembali mengungsi
Baca juga: AS perintahkan pegawai pemerintah dan keluarganya meninggalkan Haiti


Selanjutnya: Sulit diwujudkan

Sulit diwujudkan

Tahun demi tahun situasi ini makin buruk saja. Haiti menjadi negara yang dikuasai geng-geng kriminal, yang menurut laporan New York Times pada 7 Maret lalu, jumlahnya kini mencapai 200 kelompok.

Kekerasan pun terjadi di mana, tak terkecuali ranah politik. Puncaknya, Presiden Jovenel Moise dibunuh tentara bayaran pada Juli 2021, yang disewa elite politik yang ingin berkuasa di Haiti.

Politisi bernama Ariel Henry lalu ditunjuk menjadi penjabat perdana menteri dan presiden sementara Haiti, sejak kematian Moise.

Baca juga: Pembunuhan Presiden Haiti: Eks hakim agung jadi tersangka

Selama 32 bulan berkuasa, Henry menancapkan kekuasaan dengan mengandalkan bantuan AS.

Tapi dia tak mampu menghadapi geng-geng kriminal yang kian lekat berafiliasi dengan elite politik dan bisnis, yang di antaranya berseberangan dengan Henry.

Beberapa pekan terakhir ini, negara yang terus dilanda tragedi dan bencana alam termasuk gempa bumi dahsyat pada Januari 2010, diamuk kekerasan yang kian luas dan mengerikan.

Orang-orang terpaksa meninggalkan rumahnya karena gerombolan bersenjata berkeliaran di mana-mana sambil memuntahkan peluru dari senjata yang mereka kokang.

Ketertiban umum hancur karena polisi sama sekali tak bisa mengendalikan keadaan. Di sisi lain, tentara kalah jumlah dan senjata dari geng-geng itu.
Sebuah foto Presiden Jovenel Moise yang terbunuh terlihat di belakang saat warga lokal berbelok melewati barikade yang terbakar dalam sebuah protes kelangkaan bahan bakar di Port-au-Prince, Haiti, Kamis (21/10/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Adrees Latif/wsj/cfo (REUTERS/ADREES LATIF)

Baca juga: Kepala geng Haiti ancam kobarkan perang sipil jika PM tidak mundur

Kekerasan yang semakin sengit terjadi itu juga memaksa misi-misi diplomatik asing mengungsikan stafnya dari Haiti.

Kekerasan yang semakin brutal itu juga membuat PM Ariel Henry, terdampar berhari-hari di Puerto Rico sehabis berkunjung ke Afrika. Pesawatnya tak bisa masuk Port au-Prince karena kota ini sudah dibuat kacau oleh geng-geng kriminal.

Demi meredakan keadaan, Henry menyatakan mundur dari jabatan, sambil menyampaikan seruan kepada dunia bahwa Haiti membutuhkan perdamaian dan stabilitas.

Tapi kedua keadaan ini sulit sekali diwujudkan mengingat geng-geng itu bersinggungan dengan kepentingan elite bisnis dan politik di negara itu.

Agaknya perlu waktu yang tak singkat bagi Haiti untuk damai dan stabil, sekalipun harus melibatkan kekuatan asing dan PBB seperti diminta Ariel Henry.

Baca juga: Haiti dilanda kerusuhan, PM Ariel Henry akan mundur