Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengintegrasikan informasi geolokasi yang menunjukkan titik sumber bahan baku kayu dalam berbagai sistem informasi hasil hutan.

Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto upaya ini untuk memperkuat ketelusuran produk kayu sekaligus memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam regulasi anti deforestasi Uni Eropa (EUDR).

"Informasi geolokasi telah menjadi bagian dari Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK)," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: KLHK: SVLK jamin legalitas dan kelestarian kayu Indonesia

Dikatakannya, informasi geolokasi menunjukkan lokasi blok tebangan sumber kayu berasal, yang nantinya akan diintegrasikan dengan berbagai sistem pemanfaatan hasil hutan KLHK seperti Sistem Informasi Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (SIRPBBPHH), dan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).

"Bahkan nantinya bisa diintegrasikan ke pihak importir jika diperlukan. Hal ini yang terus kami kembangkan," kata Agus saat Konsultasi Publik Draf Standar IFCC-EUDR di Bogor pada 19 Maret 2024.

Adanya informasi geolokasi, tambahnya, akan membantu produk kayu bersertifikat SVLK dalam proses due diligence (uji tuntas) untuk masuk ke pasar Uni Eropa. Persyaratan due diligence diatur pada EUDR yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

EUDR menyaring produk kayu dan enam komoditas lainnya yakni kedelai, daging ternak, kopi, kakao, sawit, jagung bersumber dari lahan deforestasi atau menyebabkan degradasi hutan.

Menurut Agus, sebenarnya SVLK Indonesia telah mendapat pengakuan dari Uni Eropa dan disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Governance and Trade). EUDR juga mengakui lisensi FLEGT seperti tercantum pada Paragraf 81 ketentuan tersebut.

Indonesia, lanjutnya, terus melakukan upaya untuk menekan laju deforestasi dan degradasi hutan, hal ini dibuktikan dengan terus turunnya laju deforestasi dan degradasi hutan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Capaian tersebut juga mendapat pengakuan diantaranya dari World Resources Institute Global yang pada Januari 2024 menyatakan Indonesia di peringkat pertama Negara yang berhasil menurunkan tingkat deforestasi dan degradasi hutan.

Baca juga: Kementerian LHK pastikan tanam serentak pulihkan lahan kritis

Terkait dengan pengembangan sertifikasi IFCC-EUDR, Agus menekankan bahwa sebagai skema voluntary, sertifikasi IFCC-EUDR tetap harus memenuhi aspek legalitas sesuai SVLK.

"Sertifikasi voluntary harus memastikan seluruh kriteria dan indikator SVLK dipenuhi dalam penerbitan sertifikat voluntary," katanya.

Ketua Dewan Pendiri IFCC (Indonesia Forestry Certification Cooperation) yang juga Anggota Board Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) Dradjad H Wibowo menambahkan saat ini pihaknya sedang mengembangkan sertifikasi untuk mengantisipasi implementasi EUDR.

"Kami memiliki pengalaman. Inisiatif kami membangun skema IFCC-EUDR diharapkan bisa membantu produk Indonesia diterima Uni Eropa," katanya.