Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian mengatakan Indonesia membutuhkan realisasi investasi sebesar 70,57 miliar dolar AS sampai tahun 2029 untuk kebijakan hilirisasi logam dasar guna mengembangkan produk hilir di sektor tersebut.

Angka itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier dalam Rapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa, dengan rincian investasi untuk industri nikel sebesar 51,7 miliar dolar AS, 270,3 juta untuk sektor bauksit, serta 18,6 miliar dolar AS diperuntukkan guna hilirisasi industri tembaga.

Menurutnya untuk industri nikel, uang investasi tersebut akan dipergunakan untuk pengembangan nikel kelas satu, seperti mixed hydrocide precipitate (MHP), nikel matte, nikel plate, serta olahan nikel lanjutan yakni nikel sulfat dan cobalt sulfat.

"Kalau di industri nikel, kami punya hitungan sekitar 51,7 miliar dolar AS sampai tahun 2029. Itu termasuk tadi yang sampaikan Pak Dijen Minerba, ada MHP, nikel mati, dan sebagainya. Termasuk hidrometalurgi itu ada di situ untuk mendukung baterai listrik," ujarnya.

Sedangkan untuk industri bauksit akan digunakan untuk pengembangan smelter alumina, ingot alumunium, serta alumunium ekstrusi.

Sementara itu nilai investasi 18,6 miliar dolar AS di industri tembaga akan dipergunakan untuk pengembangan katoda tembaga, batang tembaga (copper bar and rods), serta kawat tembaga.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, investasi di sektor tembaga sangat dibutuhkan oleh Indonesia, hal ini dikarenakan produk tembaga dibutuhkan 4,5 kali lipat dalam proses transisi energi konvensional ke energi terbarukan (EBT).

"Ini tembaga juga sangat dibutuhkan terutama untuk renewable energy. Ini juga hampir 4,5 kali lipat kebutuhan tembaga akan dibutuhkan di sektor-sektor renewable, dan juga untuk kendaraan listrik," katanya.

Baca juga: Nikel Indonesia diperkirakan akan tetap diminati dan menarik investor
Baca juga: Kemenko Marves: Harga nikel perlu diseimbangkan agar dorong hilirisasi