Jakarta (ANTARA) - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono mengatakan pemerintah pusat dan daerah perlu untuk meningkatkan sinergi dalam mengatasi persoalan izin pendirian rumah ibadah.
Berdasarkan keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa, Arfianto mengatakan, temuan penelitian yang dilakukan oleh TII yang bertajuk "Evaluasi Syarat Pendirian Rumah Ibadat pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (PBM 2006) Untuk Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia", menunjukkan masih terdapat permasalahan dalam implementasi PBM 2006 oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan pantauan media yang dilakukan TII, dari periode bulan Januari 2023 hingga Januari 2024, terjadi 15 kasus terkait dengan pendirian rumah ibadah di antaranya di Provinsi Jawa Barat sebanyak tiga kasus, Provinsi Kalimantan Timur sebanyak satu kasus, Provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak satu kasus, dan Provinsi Lampung sebanyak satu kasus.

Menurutnya, kondisi tersebut membutuhkan perhatian dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.

"Apalagi pemerintah pusat, dalam hal ini dua kementerian tersebut, memiliki kewenangan dalam melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam implementasi PBM 2006," kata Arfianto.

Ia juga mengungkapkan, atas penelitian tersebut, tercipta-lah beberapa poin rekomendasi. Pertama, mendorong penafsiran dan pelaksanaan PBM yang berbasis pemenuhan perlindungan hak atas kebebasan dan berkeyakinan. Kedua, merevisi persyaratan izin pendirian rumah ibadah yang diskriminatif dan multi-tafsir.

Baca juga: FKUB: Pembangunan tiga rumah ibadah terkendala izin lingkungan

Baca juga: Dialog lintas agama, PSI perjuangkan kemudahan izin rumah ibadah
Rekomendasi ketiga adalah membuat mekanisme penyelesaian sengketa yang komprehensif dengan hasil yang mengikat. Keempat, meningkatkan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) bagi aparat kepolisian dan TNI.

Kelima, meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberagaman dan toleransi. Keenam, mengoptimalkan kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dengan dukungan sumber daya memadai.

Kemudian, rekomendasi terakhir adalah melakukan kolaborasi dengan multi-pihak untuk mendukung pemenuhan perlindungan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Arfianto mengatakan, beberapa rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemangku kebijakan.

"Diharapkan rekomendasi kebijakan ini dapat menjadi masukan bagi pemangku kebijakan untuk mendorong penataan pengaturan pendirian rumah ibadat yang berbasis pemenuhan dan penjaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan semangat toleransi dan menghargai kebhinekaan," harapnya.