DPR setuju Inalum ditangani Kementerian BUMN
23 Oktober 2013 02:15 WIB
Rapat Kerja Gabungan Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho melepas ketegangan dengan tertawa dalam Rapat Kerja Gabungan dengan Komisi VI DPR-RI untuk membahas pengambilalihan saham PT Inalum di Senayan, Jakarta, 22 Oktober 2013. Rapat itu sendiri berlangsung hingga pukul 22.30 WIB. (kemenperin.go.id)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR menyetujui pengelolaan PT Inalum jatuh ke tangan Kementerian BUMN pascapengambilalihan 58,87 persen saham perusahaan itu sebelum 1 November 2013.
"Komisi VI dan pemerintah sudah sepakat pengelolaan Inalum setelah pengakhiran perjanjian tetap berada di bawah pembinaan Kementerian BUMN RI sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto, saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Gabungan dengan Menperin MS Hidayat dan Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa malam.
Dalam rapat yang juga dihadiri Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ini ditetapkan lima kesimpulan.
Kseimpulan lainnya, bahwa Komisi VI DPR memberikan persetujuan terhadap hasil perundingan yang telah dicapai oleh Tim Perundingan Proyek Asahan yang dibentuk melalui keputusan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2010.
"Kami juga meminta proses pengambilalihan dapat terlaksana sehingga PT Inalum dapat menjadi 100 persen milik pemerintah terhitung tanggal 1 November 2013," paparnya.
Selanjutnya, Komisi VI juga menyetujui pembayaran share transfer atas nama pemerintah untuk dibayar langsung sesuai kesepakatan dengan Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Master Agreement beserta addendumnya dan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Poin lainnya, Komisi VI menerima keinginan pemerintah provinsi Sumatera Utara beserta 10 pemerintah kabupaten/kota se-kawasan Danau Toba/daerah berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum sebesar 30 persen.
"Dengan catatan kepemilikan pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen," tambah Airlangga.
Poin terakhir, lanjutnya bahwa Komisi VI DPR akan ikut mengawasi pelaksanaan hasil rapat kerja ini melalui Panja Inalum.
Rapat yang berlangung mulus tersebut sempat diwarnai skorsing karena adanya lobby-lobby antara Menteri dengan DPR.
Menperin MS Hidayat mengatakan, pemerintah memberi apresiasi kepada DPR yang menyetujui perundingan yang dilakukan Tim Perunding dengan pihak Jepang.
"Mudah-mudahan semua proses yang harus dilalui dalam pengambilalihan Inalum ini bisa diselesaikan sesuai dengan rencana, sehingga pengelolaan Inalum bisa lebih baik," ujar Hidayat.
Saat ini Pemerintah Indonesia mengajukan perhitungan baru nilai buku pengambilalihan 58,87 persen saham Inalum yang harus dibayar kepada pemegang saham Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) sebesar 558 juta dolar AS.
Perhitungan sebesar 558 juta dolar AS itu merupakan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yaitu sebesar 424 juta dolar AS ditambah dengan perhitungan revaluasi aset sebesar 134 juta dolar AS.
Sesuai kontrak antara Jepang dengan Indonesia, proses pengalihan saham Inalum menjadi milik pemerintah harus diselesaikan pada 31 Oktober 2013. (R017)
"Komisi VI dan pemerintah sudah sepakat pengelolaan Inalum setelah pengakhiran perjanjian tetap berada di bawah pembinaan Kementerian BUMN RI sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan," kata Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto, saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Gabungan dengan Menperin MS Hidayat dan Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa malam.
Dalam rapat yang juga dihadiri Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ini ditetapkan lima kesimpulan.
Kseimpulan lainnya, bahwa Komisi VI DPR memberikan persetujuan terhadap hasil perundingan yang telah dicapai oleh Tim Perundingan Proyek Asahan yang dibentuk melalui keputusan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2010.
"Kami juga meminta proses pengambilalihan dapat terlaksana sehingga PT Inalum dapat menjadi 100 persen milik pemerintah terhitung tanggal 1 November 2013," paparnya.
Selanjutnya, Komisi VI juga menyetujui pembayaran share transfer atas nama pemerintah untuk dibayar langsung sesuai kesepakatan dengan Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Master Agreement beserta addendumnya dan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Poin lainnya, Komisi VI menerima keinginan pemerintah provinsi Sumatera Utara beserta 10 pemerintah kabupaten/kota se-kawasan Danau Toba/daerah berpartisipasi memiliki saham di PT Inalum sebesar 30 persen.
"Dengan catatan kepemilikan pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen," tambah Airlangga.
Poin terakhir, lanjutnya bahwa Komisi VI DPR akan ikut mengawasi pelaksanaan hasil rapat kerja ini melalui Panja Inalum.
Rapat yang berlangung mulus tersebut sempat diwarnai skorsing karena adanya lobby-lobby antara Menteri dengan DPR.
Menperin MS Hidayat mengatakan, pemerintah memberi apresiasi kepada DPR yang menyetujui perundingan yang dilakukan Tim Perunding dengan pihak Jepang.
"Mudah-mudahan semua proses yang harus dilalui dalam pengambilalihan Inalum ini bisa diselesaikan sesuai dengan rencana, sehingga pengelolaan Inalum bisa lebih baik," ujar Hidayat.
Saat ini Pemerintah Indonesia mengajukan perhitungan baru nilai buku pengambilalihan 58,87 persen saham Inalum yang harus dibayar kepada pemegang saham Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) sebesar 558 juta dolar AS.
Perhitungan sebesar 558 juta dolar AS itu merupakan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yaitu sebesar 424 juta dolar AS ditambah dengan perhitungan revaluasi aset sebesar 134 juta dolar AS.
Sesuai kontrak antara Jepang dengan Indonesia, proses pengalihan saham Inalum menjadi milik pemerintah harus diselesaikan pada 31 Oktober 2013. (R017)
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: