Palembang (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Selatan mendata kasus kekerasan pada anak dan perempuan di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu dalam dua tahun terakhir cukup tinggi.

"Berdasarkan data pada 2022 tercatat 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Sumsel dengan jumlah korbannya mencapai 449 orang," kata Kadis PPPA Sumsel Henny Yulianti, di Palembang, Senin.

Dia menjelaskan, dari 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan itu, paling banyak terjadi di Palembang yakni 59 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual.

Baca juga: UNG fokus cegah tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus

Kemudian Kabupaten Lahat 51 kasus, Ogan Ilir 46 kasus, Musirawas 39 kasus, Pagaralam 36 kasus, Banyuasin 31 kasus, Ogan Komering Ilir 31 kasus, Ogan Komering Ulu (OKU) 29 kasus.

Kabupaten Muara Enim 24 kasus, Empat Lawang 15 kasus, Prabumulih 14 kasus, Pali14 kasus, Musirawas Utara tujuh kasus, Lubuklinggau empat kasus, Musi Banyuasin tiga kasus, OKU Selatan tiga kasus, dan OKU Timur dua kasus.

Sedangkan untuk jumlah korban 449 orang terbanyak dialami oleh anak perempuan dengan jumlah 219 orang, anak laki-laki 73 orang, laki-laki dewasa tiga orang dan perempuan dewasa 154 orang.

Sedangkan pada 2023 tercatat sekitar 300 kasus dengan jumlah korban 376 orang terdiri dari perempuan 111 orang, anak perempuan 202 orang, dan anak laki-laki 63 orang, katanya.

Menurut dia, melihat data kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Sumsel cukup tinggi, pihak terus berupaya melakukan berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai perlindungan terhadap anak dan perempuan.

Baca juga: KemenPPPA tekankan kolaborasi perjuangkan hak perempuan dan anak

Dengan kegiatan tersebut diharapkan kesadaran masyarakat memberikan perlindungan terhadap anak dan perempuan meningkat sehingga dapat ditekan angka kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Sumsel, ujar Henny.

Sementara Aktivis Solidaritas Perempuan Palembang Yui Zahana melihat tingginya kasus tindak kekerasan terhadap perempuan mengajak seluruh kaum perempuan bersatu melawan kekerasan berbasis jender.

"Tindak kekerasan terhadap perempuan terus terjadi dan jumlah kasusnya setiap tahun cenderung meningkat, melihat fakta tersebut sudah saatnya perempuan berani melawan, bersatu, dan tidak perlu malu kasusnya diketahui banyak orang," ujarnya

Dia menjelaskan, masih tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan dalam pacaran (KDP), dan pelecehan seksual dipengaruhi korban takut dan malu melaporkan permasalahan yang dialaminya kepada pihak berwajib.

Untuk menurunkan tingginya kasus tersebut, pihaknya akan terus mengedukasi ibu-ibu dan kaum perempuan untuk melakukan gugatan hukum jika mengalami masalah tindak kekerasan oleh suami atau teman prianya, jelas Yui Zahana.

Baca juga: Pemkab Nunukan minta orang tua tingkatkan kualitas pola asuh anak