Jakarta (ANTARA) - Hakim anggota Arlen Veronica menulusuri alasan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia kepada Anggota Komisioner KPU RI Betty Epsilon saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan daftar pemilih.

“Jadi pertanyaannya begini, apakah saudara saksi mengetahui kenapa kok diadakan PSU ulang di KL (Kuala Lumpur) tersebut?” tanya Arlen kepada Betty di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin.

Betty menjawab, PSU di Kuala Lumpur dilaksanakan karena ada rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang pada intinya merekomendasikan mengulang pemungutan suara metode Kotak Suara Keliling (KSK), Pos, dan Tempat Pemungutan Suara (TPS) Luar Negeri (LN).

“Jadi ketiga metode diulang oleh KPU RI,” kata Betty.

Betty kemudian membacakan surat rekomendasi Bawaslu dimaksud. Dia menjelaskan, surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja itu berdasarkan hasil pengawasan terhadap rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kuala Lumpur.

“Bawaslu merekomendasikan pada KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang seluruh TPS LN di Kuala Lumpur; meniadakan pemungutan suara ulang dengan metode Pos untuk seluruh wilayah Kuala Lumpur,” ucap Betty.

Pelaksanaan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud didahului dengan proses pemutakhiran data pemilih untuk metode TPS LN dan metode KSK. Berkaitan dengan rekomendasi itu, Bawaslu menemukan beberapa fakta.

Pertama, ucap Betty, daftar hadir pemilih TPS LN yang diperoleh Sekretariat TPS LN Kuala Lumpur hanya berupa foto dan daftar hadir, bukan data yang diinput secara sistem komputasi, sehingga dinilai menyulitkan proses verifikasi apakah seseorang sudah menggunakan hak pilih atau belum.

Kedua, banyak terdapat daftar hadir pemilih TPS LN dan KSK yang tidak dapat ditemukan, sehingga menghambat proses pemutakhiran daftar pemilih.

Ketiga, terdapat permasalahan berupa tidak sesuainya antara klaim angka kehadiran pemilih pada metode TPS LN dan KSK dengan daftar hadir yang memuat nama pemilih yang telah menyalurkan suara.

“Bahwa terhadap fakta-fakta di atas, Bawaslu menilai hasil pemungutan dan penghitungan suara dengan metode TPS LN di wilayah Kuala Lumpur menjadi tidak dapat digunakan sebagai basis data,” sambung Betty.

Sebelumnya, KPU RI menyelenggarakan PSU Kuala Lumpur pada Minggu (10/3) dengan dua metode, yakni KSK dan TPS. Hasil PSU Kuala Lumpur telah direkapitulasi pada hari ini, Senin, dalam rapat pleno di Kantor KPU RI, Jakarta.

Dalam perkara ini, tujuh anggota non-aktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Para terdakwa adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.

Kemudian, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.

Jaksa mengatakan para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil pencocokan dan penelitian data (coklit) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dalam kondisi data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau tidak lengkap.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPU RI sahkan perolehan suara Prabowo-Gibran unggul di Kuala Lumpur

Baca juga: Bawaslu RI soal lapor pelaku intimidasi di PSU KL: Lihat perkembangan