Jakarta (ANTARA) - Tiga dekade telah berlalu sejak Indonesia terakhir kali meraih emas tunggal putra di turnamen bulu tangkis prestisius All England, dengan gelar terakhir dibawa pulang oleh Hariyanto Arbi pada tahun 1994 setelah mengalahkan kompatriotnya, Ardy Bernardus Wiranata.

Sejak itu, tiga pemain tunggal putra Indonesia, yaitu Arbi (1995), Taufik Hidayat (1999 dan 2000), dan Budi Santoso (2002) telah mencapai empat final, tapi medali emas masih sulit diraih.

Siapa yang menyangka, bahwa “kutukan” itu pun akhirnya dipatahkan pada tahun ke-125 penyelenggaraan All England, dengan Jonatan Christie keluar sebagai juara setelah memenangkan laga atas rekan satu negara, sekaligus mantan teman sekamarnya saat junior, Anthony Sinisuka Ginting, 21-15, 21-14, pada pertandingan yang diadakan di Birmingham tersebut.

Baca juga: Ginting dan Jonatan bertemu di final All England 2024

Di tengah lapangan abu-abu All England 2024, Jonatan, yang turun sebagai pemain nonunggulan tampil lebih tenang dari Ginting yang merupakan unggulan kelima dalam kejuaraan bulu tangkis tertua di dunia itu.

Ketenangan itu membawanya menuju gelar BWF Super 1000 pertamanya, sekaligus kemenangan keempatnya atas Ginting dari 10 kali pertemuan mereka pada turnamen bulu tangkis dunia.

Namun, entah ini adalah head-to-head ke-berapa bagi mereka, mengingat keduanya memulai perjalanannya sebagai tumpuan tunggal putra Indonesia sejak dari usia muda, bersama-sama.

Baca juga: Jonatan: "All Indonesian Final" buah dari upaya maksimal dan solid

Selanjutnya: Teman dan rival



Teman dan rival

Sebelum babak final All England Open 2024, Jonatan mengenang bagaimana ia dan Ginting merupakan teman satu kamar saat sama-sama masuk ke Pelatnas PBSI Cipayung.

“Saya ingat bagaimana kami berdua masuk ke tim nasional. Kami berbagi kamar sekitar enam atau tujuh tahun. Anthony adalah sosok yang rendah hati dan ceria. Kami senang bisa berbagi pengalaman ini bersama-sama,” kata Jonatan, dikutip dari laman resmi All England 2024.

“Ini adalah momen yang membanggakan buat kami berdua, dan untuk tim tunggal putra Indonesia,” ujarnya menambahkan.

Adapun Jonatan dan Ginting masuk ke pelatnas pada tahun 2014. Saat itu, keduanya bersama sejumlah pemain junior lainnya, termasuk Ihsan Maulana Mustofa, tidak memiliki sosok senior yang jaraknya dekat dari mereka.

Namun, Jonatan, Ginting, dan Ihsan kemudian mulai diikutkan ke banyak turnamen dunia, dengan target terdekat mereka adalah bisa tampil dan memperkuat tim putra pada Piala Thomas 2016 di Kunshan, China.

Buah manis pun mulai bisa dipetik tak lama setelah mereka bergabung ke pelatnas. Mereka berhasil meraih medali emas SEA Games 2015 Singapura (beregu putra) dan Kejuaraan Beregu Bulu Tangkis Asia (BATC) 2016 Hyderabad, yang kemudian mengantarkan tim bulu tangkis putra meraih medali perak pada debut mereka di Piala Thomas 2016 Kunshan.

Tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting (kanan) memegang Piala Thomas bersama rekannya setelah pemberian medali dan penyerahan piala kepada tim Indonesia yang berhasil meraih gelar juara, di Aarhus, Denmark, Minggu (17/10/2021). Indonesia berhasil merebut Piala Thomas setelah berhasll mengalahkan China di babak final 3-0. (ANTARA FOTO/Ritzau Scanpix via Reutters/hp.)

Baca juga: Jojo: Piala Thomas ini kami persembahkan untuk rakyat Indonesia Dengan seringnya dilibatkan pada turnamen-turnamen elite secara bertahap, Ginting dan Jonatan pun mulai bersaing dengan para pemain top dunia dan meraih gelar-gelar individual.

Ginting meraih gelar BWF World Tour perdananya di Korea Open 2017, dan saat itu, ia menang atas teman sekamarnya, Jonatan.

Persaingan itu pun berlanjut hingga kini, dengan kedua pemain sudah bertemu setidaknya 10 kali di turnamen-turnamen penting. Secara bergantian, Jonatan pun pernah menang atas Ginting di babak final Australia Open 2019, dan hasil itu kembali terulang di atas karpet kelabu baru di Birmingham, lima tahun kemudian.

Tentu saja, tak hanya bersaing secara sehat, Jonatan dan Ginting bersama-sama pernah menorehkan sejarah untuk Indonesia, seperti memenangkan emas untuk beregu putra SEA Games di tahun 2015 dan 2019, keluar sebagai runnerup Asian Games 2018 Jakarta-Palembang (beregu putra), dan membawa pulang Piala Thomas ke Indonesia pada tahun 2020 setelah puasa 19 tahun lamanya.

Dan tahun ini, keduanya kembali mengulang all Indonesian final di turnamen All England, setelah tiga dekade lamanya.

Baca juga: Jonatan akhiri tiga dekade puasa gelar tunggal putra di All England

Selanjutnya: Amunisi menjelang Paris



Amunisi menjelang Paris

Pencapaian dua anak asuh pelatih Irwansyah di Inggris pun tentu menjadi harapan bagi Indonesia agar bisa membakar semangat mereka menuju panggung Olimpiade 2024 Paris.

Per pekan 12/3/2024, Ginting dan Jonatan masing-masing berada di posisi tujuh dan sembilan pada daftar peringkat Race to Olympics. Dengan hasil juara dan runnerup turnamen BWF Super 1000 ini, pastinya akan menambah poin keduanya jauh lebih banyak lagi.

Tak hanya itu, dengan status Ginting dan Jonatan yang menjadi finalis pada turnamen prestisius ini, maka turut mendorong peringkat dunia mereka pekan depan, dimana Ginting akan berada di peringkat tiga, dan Jonatan kembali ke daftar delapan besar di posisi keenam.


Arsip - Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting (kanan) berjabat tangan dengan kompatriotnya Jonatan Christie (kiri) usai pertandingan perempat final Indonesia Open 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (16/6/2023). Ginting melaju ke semifinal usai mengalahkan Jojo 21-19, 21-16. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.)
Ginting, peraih medali perunggu Olimpiade 2020 Tokyo, memiliki kesempatan terbuka untuk meraih gelar yang lebih tinggi di pesta olahraga terbesar sedunia itu.

Pun dengan Jonatan, yang sudah mengoleksi gelar juara dari turnamen Super 300, 750, dan 1000, juga memiliki peluang yang sama.

Tentu, bukan hal yang tidak mungkin bagi Ginting dan Jonatan untuk kembali mencatatkan sejarah baru bagi Indonesia, bersama-sama.

Dan, hal menyenangkan lainnya dari betapa kompetitifnya kedua pemain ini, adalah fakta bahwa para tunggal putra junior Indonesia memiliki dua sosok senior yang selalu bisa mereka jadikan motivasi dan panutan, untuk terus menorehkan prestasi bagi negeri.

Baca juga: PBSI prioritaskan tiga nomor untuk rebut medali Olimpiade Paris
Baca juga: Konsistensi untuk merawat tradisi emas Olimpiade