Bogor (ANTARA News) - Sekitar 350 ahli tanah di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara berkumpul dalam acara Konferensi Internasional ke-11 Federasi Himpunan Ahli-ahli Tanah se Asia Timur dan Tenggara (ESAFS) yang digelar di Kota Bogor, pada 21-24 oktober 2013.

"Konferensi ke-11 ini membahas tentang tanah untuk ketahanan pangan dan energi," ujar Panitia Konferensi ke-11 Ahli Tanah Asia Timur dan Tenggara, Budi Mulyanto, kepada wartawan dalam jumpa pers yang digelar, Senin di Kota Bogor.

Budi menjelaskan, dalam konferensi ini dibahas berbagai masalah yang berhubungan dengan tanah dan ilmu tanah seperti, perubahan penggunaan tanah dan masalah pemanasan global, produktivitas tanah dalam rangka produksi pangan dan bio-energy, pengelolaan tanah berkelanjutan, kualitas tanah dan siklus hara, pengelolaan air, dan hidrologi, serta sistem basis data tanah.

Berbagai isu penting dikemukakan dalam pertemuan tersebut yakni semua negara sepaham bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi seperti masalah emisi gas rumah kaca, pemanasan global, kelangkaan pangan dan energi, berhubungan dengan tanah dan pengelolaan tanah, baik tanah mineral maupun tanah gambut.

"Namun berbagai persoalan tersebut dapat diatasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dari penelitian yang dituangkan dalam kertas kerja ilmiah yang dihasilkan," ujar Budi.

Budi menyampaikan, temuan penting dari konferensi tersebut adalah pengelolaan tanah mineral untuk mendukung produksi pangan seperti beras, jagung, dan biji-bijian yang lainnya dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan melakukan pengolahan tanah, pemupukan dan penambahan amelioran yang tepat.

Temuan penting lainnya mengenai, pengembangan sawit sebagai bahan pangan dan energi dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan pengelolaan tanah sesuai dengan sifat dan ciri tanah, serta kondisi lingkungan yang tepat untuk tumbuh sawit.

"Sedangkan untuk isu tanah gambut. Indonesia dapat mengelola secara berkelanjutan tanah gambut yang mengakumulasi karbon (carbon sink) secara positif dengan melakukan pengelolaan air yang tepat dengan "eco-hydro system", pengelolaan tanah tanpa membakar dan pemilihan jenis tanaman yang tepat dapat menjadi rekomendasi mengelola lahan gambut dengan baik," ujar Budi.

Konferensi ini menghadiri sejumlah pembicara diantaranya Ketua Himpunan Ahli Tanah yang juga Presiden Federasi Ali Tanah se-Asia Timur dan Tenggara, Yuswanda Tumanggung, Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertani, Murizal Sarwani, Guru Besar ahli tanah, Prof Muhajrin Utomo, Prof Sofyandi ahli tanah IPB.

Budi menyebutkan, konferensi tersebut akan berlangsung selama empat hari yakni dari tanggal 21 hingga 24 Oktober.

Konferensi tersebut dihadiri ahli-ahli tanah dari sejumlah negara anggta Federasi Himpunan Ahli-ahli Tanah se Asia Timur dan Tenggar yakni Taiwan, China, Jepang, Korea, Indonesia, India, Malaysia, Thailand, Filiphina, Bangladesh, Sri Lanka, Pakistan dan Vietnam.

Acara tersebut juga diikuti oleh ahli tanah dari negara undangan seperti Australia, Kanada dan Amerika Serikat.

Dikatakannya, Konferensi ini mengangkat tema "Tanah untuk Ketahanan Pangan dan Energi" atau Land for Sustaining Food and Energy Security" dalam rangka merespon berbagai tantangan hidup dan kehidupan yang dihadapi oleh bangsa-bangsa se Asia Timur dan Tenggara.

"Seperti masalah kerusakan tanah dan lingkungan hidup dan masalah persediaan bahan pangan dan energi," ujar Budi.

Dikatakannya, kegiatan konferensi tersebut terdiri dari berbagai kegiatan diantaranya, kuliah umum, presentasi makalah baik oral maupun poster, serta fieldtrip di sekitar Jawa Barat dan Riau.

"Di wilayah Jawa Barat akan dilihatkan lahan perkebunan, sedangkan di Riau terkait lahan gambut," kata Budi.

Dalam pertemuan ini, lanjut Budi, diikuti sekitar 350 peserta, yang terdiri dari membahas kertas kerja (paper) sebanyak 120 yang akan dipresentasikan secara oral sebanyak 106 dan poster sebanyak 104.