Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengingatkan pemerintah untuk mengedepankan pendekatan hukum dalam menyelesaikan eksekusi mati terhadap Tibo dan kawan-kawan (dkk), sebab jika eksekusi itu ditunda-tunda, pemerintah akan dinilai tidak mentaati hukum. "Ini bukan masalah Tibo atau siapa pun, tapi masalahnya adalah pemerintah berkewajiban melaksanakan hukuman yang sudah ditetapkan melalui mekanisme hukum yang terbuka, transparan, adil dan sesuai dengan mekanisme yang ada," kata Hidayat kepada wartawan di sela-sela pembukaan kejuaraan Bulutangkis MRP Cup di Gedung Bulutangkis Asia-Afrika, Jakarta, Senin. Menjawab pertanyaan tentang tertundanya eksekusi terhadap Tibo dkk karena adanya intervensi dari luar negeri, Hidayat mengatakan Wapres Jusuf Kalla telah mengakui adanya surat dari pihak Vatikan yang meminta untuk menunda eksekusi Tibo dkk. "Ada atau tidaknya intervensi, saya kira itu tergantung dari komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum. Saya kira, ini ujian bagi pemerintah dalam komitmennya untuk menghadirkan negara yang berdaulat dari sisi hukum," kata Hidayat. Namun Hidayat sudah mendengar dari pemerintah bahwa eksekusi terhadap Tibo dkk hanya penundaan saja. Itu berarti pemerintah tidak membatalkan keputusan pengadilan yang sudah ada. "Saya kira pemerintah harus memberi contoh terbaik dalam penegakan hukum terhadap siapapun yang bersalah, apakah itu terkait masalah terorisme, konflik, korupsi, narkoba dan sebagainya," katanya. Anggota Komisi I DPR Ali Mochtar Ngabalin mengkhawatirkan, kalau eksekusi terhadap Tibo dkk terus ditunda-tunda, apalagi kalau penundaan itu karena intervensi dari kelompok tertentu. Hal itu bisa menimbulkan konflik-konflik baru yang bersentuhan dengan SARA. Wakil Ketua Fraksi BPD itu mengingatkan, Indonesia negara yang berdaulat sehingga semua keputusan pengadilan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Karena itu, pemerintah harus tegas dalam melaksanakan keputusan pengadilan dalam kasus Tibo dkk. Pemerintah jangan takut ditekan meskipun ada kekuatan luar negeri yang melakukan intervensi. Kalau sekali takut, selamanya akan dikebiri. "Saya khawatir, kalau eksekusi terhadap Tibo dkk ini terus ditunda-tunda, kelompok-kelompok yang lain juga bisa menekan agar tidak dieksekusi," katanya. Anggota Komisi I DPR lainnya, Slamet Effendy Yusuf mengatakan, eksekusi mati terhadap Tibo dkk adalah murni persoalan penegakan hukum dan sebagaimana diketahui bersama, hukuman mati di Indonesia masih diberlakukan. Ia menjelaskan, yang dijatuhi hukuman mati itu orang perorang, bukan agamanya. "Sebagai contoh, Amrozi dijatuhi hukuman mati bukan karena Islam, begitu pula Tibo dkk dijatuhi hukuman mati bukan karena Katolik. Tindakannyalah yang dijatuhi hukuman mati," kata Slamet. Menurut Slamet, pemerintah --dalam hal ini eksekutornya-- harus bertindak adil dan tegas. Kalau tidak tegas, malah akan menimbulkan pertanyaan. Eksekusi mati terhadap Tibo dkk bukan karena adanya desakan atau tekanan pihak tertentu, tetapi semata-mata karena keputusan pengadilan. (*)