Solo (ANTARA) - Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyambut baik rencana hak cuti bagi aparatur sipil negara (ASN) pria yang istrinya melahirkan.

"Saya setuju, bagus itu menurut saya. Dari sisi keadilan itu masuk," katanya di Solo Jawa Tengah, Sabtu.

Ia menjelaskan, pria yang istrinya melahirkan berhak memperoleh cuti agar bisa lebih optimal ketika mendampingi istrinya mulai dari prapersalinan hingga pascapersalinan.

Menurut dia, kasus belum lama ini bisa menjadi pelajaran, di mana pilot maskapai penerbangan tertidur saat bertugas karena malamnya harus menggantikan tugas istri mengasuh anak.

"Ada pilot salah satu maskapai punya anak kecil, karena malam istrinya istirahat capek, digantikan dia. Paginya dia menerbangkan pesawat, ngantuk terus ketiduran, akibatnya dia dibebastugaskan, menurut saya itu tidak fair. Kesalahannya memang dia tidur di dalam tugasnya, itu nggak benar. Tetapi penyebab tidurnya kan dia bertanggung jawab pada keluarganya, kalau anak sakit orang tua pasti nggak tidur," katanya.

Karena itu, ketika seorang istri memperoleh hak cuti karena menanggung beban melahirkan, maka suami sebagai pendamping juga memperoleh hak yang sama.

"Kecuali ada tunjangan untuk baby sitter. Tugas yang dibebankan ke suaminya, ketika dia mau tugas kan bisa dibebankan ke baby sitter," katanya.

Karena itu, perhitungan waktu dan kemungkinan kompensasi harus dibicarakan antara pemberi cuti dan penerima hak cuti.

"Kalau dia nggak ambil cuti itu karena memang dibutuhkan di kantornya ada kompensasi apa untuk menutup itu. Seperti yang tadi saya katakan, misalnya kompensasi untuk menyediakan baby sitter," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan aturan sebagai dasar hukum untuk memberikan hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan.

Hal itu merupakan salah satu poin dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor: 20 Tahun 2023 tentang ASN. RPP tersebut ditargetkan tuntas maksimal April 2024.

Waktu cuti yang diberikan bervariasi, sekitar 15 hari, 30 hari, 40 hari, hingga 60 hari. Untuk durasi cuti ini tengah dibahas bersama mitra kerja terkait yang akan diatur secara teknis di PP dan Peraturan Kepala BKN.