Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyebut adanya usulan agar Jakarta secara khusus menjadi ibu kota legislatif seusai tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Hal tersebut disampaikan-nya merespons usulan-usulan dari anggota Panja RUU DKJ yang tengah membahas terkait unsur kekhususan Jakarta seusai ibu kota negara berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN), tak terkecuali usulan dari anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Hermanto soal Jakarta sebagai ibu kota legislatif.

"Tadi usulan-nya progresif sekali malah Pak Hermanto, 'Boleh enggak ibu kota dibagi menjadi tiga?' Ada ibu kota legislatif supaya ibu kota legislatif itu di Jakarta," kata Supratman saat memimpin rapat panitia kerja (Panja) RUU DKJ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Supratman menilai bahwa dalam tataran diskursus, gagasan untuk menjadikan Jakarta sebagai ibu kota legislatif tersebut sebagai sesuatu yang baik.

"Menurut saya itu sebuah ide dalam diskursus yang kita bangun itu bagus pak, mungkin ada nanti ibu kota yang yudikatif sehingga semua lembaga pengadilan di situ suatu saat, misal," ujarnya.

Dia juga berkelakar bahwa gagasan tersebut bisa saja sejalan dengan para legislator di Senayan masih enggan untuk berpindah kantor ke IKN.

Baca juga: Sekjen Kemendagri sebut DKJ punya 2 kekhususan

Baca juga: RUU DKJ, wali kota pun seharusnya juga dipilih via pilkada


"Tapi walaupun kelihatan seperti semuanya sekarang masih enggan semua dilantik berkantor di IKN," ucapnya sambil tersenyum.

Sebelumnya, anggota Baleg DPR RI Hermanto mengusulkan agar ibu kota dibagi ke dalam tiga kluster, yakni ibu kota eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Bisa saja nanti ibu kota dibagi tiga kluster, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan legislatif, ada ibu kota negara yang berkaitan eksekutif, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan yudikatif, sehingga fungsi ibu kota negara itu memiliki optimalisasi dengan fungsinya masing-masing," tutur Hermanto.

Dia pun mengusulkan agar kekhususan yang melekat pada Jakarta ialah dengan menjadi ibu kota legislatif, usai ibu kota negara berpindah ke IKN. Sebaliknya, lanjut dia, IKN menjadi ibu kota negara eksekutif.

"Saya sarankan supaya kekhususan untuk DKI ini kita ambil saja dari fungsi legislatif karena bangunan DPR di sini ini lebih megah, lebih mewah, dibandingkan dengan bangunan legislatif di negara yang pernah kita kunjungi, sehingga kita konsentrasi ibu kota negara yang di IKN itu adalah ibu kota negara eksekutif," ujarnya.

Selain memberi kekhususan, dia menilai dengan Jakarta tetap menjadi ibu kota legislatif maka akan masyarakat akan lebih efektif dan efisien dalam menyampaikan aspirasi ketimbang harus menyampaikan secara langsung ke IKN, sebab penduduk Indonesia saat ini mayoritas terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"DPD RI ada disini, DPR ada disini, kawasannya juga sangat luas, sangat nyaman kita untuk rapat, dan masyarakat pun juga sangat enjoy kalau dia menyampaikan aspirasi-aspirasi ke sini. Ya, bandingkan, misalnya, dia menyampaikan aspirasi ke Kalimantan berapa biaya yang harus dikeluarkan?" kata dia.