Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) menilai Komisi Yudisial (KY) miliki peran besar dalam mengawal Mahkamah Konstitusi (MK), setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013.

"Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 mengenai MK belum utuh kami pelajari. Namun, catatan sementara, KY punya peranan yang besar sekali," kata Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Jafar kepada Antara di Jakarta, Sabtu.

Dia menjelaskan peranan besar KY dalam mengawal MK terkait kewenangan dalam setiap proses penjaringan calon hakim MK melalui kekuasaan pembentukan panel ahli.

Selain itu, menurut dia KY memiliki kewenangan terlibat dalam penyusunan kode etik MK, kewenangan bersama MK untuk membentuk majelis kehormatan hakim konstitusi.

"Atau dengan kata lain KY mempunyai otoritas baru untuk mengawasi MK dan hakim konstitusi yang selama ini di luar jangkauannya," ujarnya.

Menurut Marwan dalam ketentuan kekuasaan kehakiman di UUD 1945 tidak ada penegasan KY mempunyai peranan dalam mengontrol kelembagaan MK dan perangkat hakim MK. Dia menilai kewenangan KY hanya sebatas mengusulkan pengangkatan hakim agung dan kewenangan lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.

"Dan pengaturan ketentuan KY dalam UUD 1945 hanya serangkai dengan pengaturan MA (pasal 24A dan 24 B) MK tidak dalam pengawasan KY," katanya.

Karena itu, menurut dia, pengaturan lebih jauh dalam kelembagaan MK di Perpu ini di luar skema pengaturan ketentuan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UUD 1945.

Dia mempertanyakan apakah keberadaan panel ahli akan menjawab mekanisme penjaringan hakim di MK yang kredibel dan bersih.

Selain itu, menurut dia, panel ahli sebagai pengendali atau penentu akhir diterimanya calon hakim MK usulan presiden, MA dan DPR apakah menjamin tidak terjadinya permainan `nakal` atau `konspirasi`.

"Sifatnya yang menjadi muara akhir apa tidak semakin rawan pelokalisiran `dealing jahat` di panel ahli," tanyanya.

Terkait proses penjaringan dan pemilihan hakim MK menurut dia sudah jelas diatur dalam pasal 24 C ayat 3 UUD 1945, yaitu hakim MK ditetapkan Presiden berdasarkan ajuan MA (3 orang), DPR (3 orang), dan Presiden (3 orang).

Marwan menegaskan DPR mempunyai mekanisme menentukan hakim MK dalam uji kelayakan dan kepatutan secara jujur dan terbuka.

Marwan juga mempertanyakan korelasi antara persyaratan calon hakim MK harus steril 7 tahun bebas dari keanggotaan parpol sebelum dicalonkan menjadi hakim MK dengan `kegentingan yang memaksa` dalam membuat Perppu.

Dia mengatakan terkait Akil Mochtar yang diduga `nakal` dalam beberapa putusan MK apa bisa digeneralisir semua hakim MK berlatar parpol nakal dan terjebak dalam kepentingan politik.

Menurut dia, sebelum kasus Akil Mochtar, MK juga banyak prestasinya dalam mengawal konstitusi kita meskipun sekarang dalam terpaan isu keruntuhan MK.

"MK masih bekerja profesional, mengawal konstitusi, persyaratan ini dengan jelas hanya mengkambinghitamkan partai politik dalam kasus pribadi Akil Mochtar. Kasus Akil Muchtar murni pidana dan sifatnya pribadi, bukan partai politik yang menjadi sumber masalah di MK," ujarnya.

Marwan mengatakan isi Perppu terkait ketentuan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi menjadi badan tetap di MK itu patut didukung. Karena menurut dia wilayah pengawas MK sampai saat ini masih kosong, sebelum ada Perppu tersebut.