Paser (ANTARA) - DPRD Kabupaten Paser, Kalimantan Timur(Kaltim) merekomendasikan kepada para pihak bersengketa untuk melakukan gugatan secara hukum terkait sengketa lahan parkir Gedung Olahraga (GOR) Sadurengas, di Desa Tapis Kecamatan Tanah Grogot.

"Pemerintah daerah tidak bisa melakukan ganti rugi di objek yang sama, jadi jalan terbaik adalah menempuh jalur hukum, saya berharap kepentingan yang lebih besar dapat diutamakan," kata Ketua Komisi I DPRD Paser Hendrawan Putra saat memimpin rapat di DPRD Paser, Kamis.

Salah satu pihak yang bersengketa adalah, Fineke melalui kuasa hukumnya Fransiskus Tonny menyatakan lahan parkir Gedung Olahraga (GOR) Sadurengas merupakan tanah miliknya yang dibuktikan dengan kepemilikan segel tertanggal 1 Juni 1975 seluas 15 hektare, atas nama Abdul Samad bin Dullah yang diwariskan kepada Finike dengan terbitnya putusan 0279/Pdt. P/2015/PA pada tanggal 18 Januari 2015.

"Lahan parkir GOR Sadurengas telah menyerobot tanah klien kami seluas 9.200 meter² dari total 15 hektare tanah warisan," kata Toni.

Muhammad Hendra Sukmanegara, yang juga kuasa hukum Fineke menyatakan pihaknya berencana memagari lahan bersengketa tersebut sampai ada putusan inkrah yang menyatakan kepemilikan tanah tersebut.

"Klien kami berencana memagari tanah miliknya sampai ada putusan inkrah," kata dia.

Sementara Kepala Bagian Ekonomi Setda Paser Paulus Margita menjelaskan pembebasan lahan untuk pembangunan lahan parkir GOR Sadurengas seluas 9.400 meter² yang dilakukan pada tahun 2011 diberikan ganti rugi kepada Bagus Nor Sentosa dengan bukti sertifikat hak milik (SHM) dan pernyataan pendukung dari pemilik tanah yang berdekatan dengan tanah tersebut.

Pada saat proses pembebasan lahan, lanjut Paulus, dari hasil penelitian terhadap kepemilikan lahan diketahui bahwa tanah sekitar GOR Sadurengas tersebut mayoritas telah memiliki sertifikat hak milik.

"Dalam pembebasan lahan tersebut, kami menjunjung prinsip kehati-hatian, tidak hanya bukti legalitas berupa SHM, tetapi kami juga melakukan ganti rugi berdasarkan bukti fisik tanah dan pernyataan pihak terkait," kata Paulus.

Paulus menambahkan, jika Fineke mengklaim tanah seluas 15 hektare tersebut adalah miliknya, maka sengketa tanah ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Kabupaten Paser tetapi masyarakat yang memiliki sertifikat tanah di atas tanah milik Fineke.

Kepala Bagian Umum Setda Paser M. Yatiman mengungkapkan sengketa lahan ini telah berlangsung sejak dirinya menjabat sebagai lurah Tanah Grogot pada tahun 2017.

"Selama tahun 2017 sudah dilakukan tiga kali mediasi dengan kuasa hukum ibu Fineke. Sampai pertemuan ketiga tidak ada titik temu dan disepakati bahwa kelurahan dan kecamatan dilarang mengeluarkan surat apapun dengan catatan ahli waris melakukan gugatan secara hukum," jelas Yatiman.

Kepala Bagian Hukum Setda Paser Andi Aziz menyatakan hal serupa, ia menyarankan Fineke untuk menempuh jalur hukum terhadap kepemilikan lahan tersebut.

"Kami menyarankan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan karena kami tidak bisa membebaskan tanah yang sama dua kali kecuali memang ada putusan pengadilan yang inkrah terhadap tanah itu," tegasnya.