Ini kata dokter terkait penanganan kanker kolorektal
13 Maret 2024 18:39 WIB
Tangkapan layar - Ketua Tim Onkologi Terpadu RSUD Pasar Minggu dr. Ade Margaretha, L.T, Sp. Onk.Rad dalam seminar daring di Jakarta, Rabu (13/3/2024). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa/aa.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Onkologi Terpadu RSUD Pasar Minggu dr. Ade Margaretha, L.T, Sp. Onk.Rad. mengatakan penanganan kanker kolorektal dengan ukuran besar bisa dengan radiasi dilanjutkan operasi untuk mengangkat tumor.
"Apabila ditemukan ukurannya sudah besar itu dapat diradiasi dulu. Jadi sebelum operasi, diradiasi. Tujuannya untuk mengecilkan ukuran tumor, kemudian mengurangi risiko ketika operasi itu nanti terjadi penyebaran sel-sel tumor," kata dia dalam seminar daring bertema "Kenali Kanker Dari Deteksi sampai Tatalaksana" di Jakarta, Rabu.
Terapi radiasi yakni pengobatan menggunakan sinar atau gelombang berenergi tinggi untuk menghancurkan sel kanker.
Terapi radiasi yang diberikan sebelum operasi disebut radioterapi neoadjuvant
Baca juga: Dokter: pola makan buruk salah satu pemicu kanker kolorektal
Ade menjelaskan, apabila dokter menemukan kanker menyebar ke getah bening maka pasien bisa diberikan kemoterapi yakni pengobatan untuk membunuh sel kanker dengan memberikan berbagai obat-obatan.
Kanker kolorektal atau kanker usus besar merupakan keganasan yang menyerang jaringan usus besar bagian atas atau kolon dan rektum yaitu usus besar bagian bawah sampai anus atau dubur.
Gejala yang muncul saat seseorang mengalami kanker ini antara lain perubahan pada proses buang air besar (BAB) seperti diare, konstipasi atau sembelit, BAB yang tidak tuntas, pendarahan pada feses atau tinja, lemah dan lemas, serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Untuk mendeteksi kanker ini, dokter biasanya meminta seseorang menjalani pemeriksaan sederhana yakni tes darah samar dari tinja.
Baca juga: Kanker kolorektal jadi kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat
"Jadi tinjanya diperiksa apakah ada sel darah di tinjanya. Kemudian kalau ada (darah) bisa jadi salah satu penyebabnya adalah tumor. Bisa juga dilakukan kolonoskopi (memeriksa usus besar dengan menggunakan tabung lentur yang dilengkapi dengan kamera)," kata Ade.
Di Indonesia, merujuk data global kanker (Globocan) 2018 diketahui kanker ini merupakan salah satu kanker tertinggi kedua pada pria dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017 atau 8,6 persen.
"Apabila ditemukan ukurannya sudah besar itu dapat diradiasi dulu. Jadi sebelum operasi, diradiasi. Tujuannya untuk mengecilkan ukuran tumor, kemudian mengurangi risiko ketika operasi itu nanti terjadi penyebaran sel-sel tumor," kata dia dalam seminar daring bertema "Kenali Kanker Dari Deteksi sampai Tatalaksana" di Jakarta, Rabu.
Terapi radiasi yakni pengobatan menggunakan sinar atau gelombang berenergi tinggi untuk menghancurkan sel kanker.
Terapi radiasi yang diberikan sebelum operasi disebut radioterapi neoadjuvant
Baca juga: Dokter: pola makan buruk salah satu pemicu kanker kolorektal
Ade menjelaskan, apabila dokter menemukan kanker menyebar ke getah bening maka pasien bisa diberikan kemoterapi yakni pengobatan untuk membunuh sel kanker dengan memberikan berbagai obat-obatan.
Kanker kolorektal atau kanker usus besar merupakan keganasan yang menyerang jaringan usus besar bagian atas atau kolon dan rektum yaitu usus besar bagian bawah sampai anus atau dubur.
Gejala yang muncul saat seseorang mengalami kanker ini antara lain perubahan pada proses buang air besar (BAB) seperti diare, konstipasi atau sembelit, BAB yang tidak tuntas, pendarahan pada feses atau tinja, lemah dan lemas, serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Untuk mendeteksi kanker ini, dokter biasanya meminta seseorang menjalani pemeriksaan sederhana yakni tes darah samar dari tinja.
Baca juga: Kanker kolorektal jadi kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat
"Jadi tinjanya diperiksa apakah ada sel darah di tinjanya. Kemudian kalau ada (darah) bisa jadi salah satu penyebabnya adalah tumor. Bisa juga dilakukan kolonoskopi (memeriksa usus besar dengan menggunakan tabung lentur yang dilengkapi dengan kamera)," kata Ade.
Di Indonesia, merujuk data global kanker (Globocan) 2018 diketahui kanker ini merupakan salah satu kanker tertinggi kedua pada pria dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017 atau 8,6 persen.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024
Tags: