Yogyakarta (ANTARA News) - Fakultas Agrokompleks Universitas Gadjah Mada yang terdiri atas Fakultas Pertanian, Teknologi Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Kedokteran Hewan mencanangkan Gerakan Kedaulatan Pangan Nusantara di Yogyakarta, Rabu.

"Munculnya Gerakan Kedaulatan Pangan Nusantara itu berawal dari rasa keprihatinan terhadap buruknya kondisi riil sosial ekonomi di Indonesia terutama involusi pertanian yang terus berlangsung," kata Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Jamhari.

Menurut dia, Gerakan Kedaulatan Pangan Nusantara itu diharapkan bisa membawa kembali pembangunan nasional pada arah yang benar. Krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini akibat kesalahan pola kebijakan pangan yang ditetapkan.

"Pola atau paradigma kebijakan pangan yang diterapkan selama ini berlandaskan pada konsep ketahanan pangan. Seharusnya bukan lagi ketahanan pangan tetapi kedaulatan pangan," katanya.

Konsep ketahanan pangan, kata dia, tidak mengatur bagaimana pangan itu diproduksi dan dari mana berasal. Hal itu yang menjadi titik lemah konsep ketahanan pangan nasional.

Ia mengatakan, fokus Gerakan Kedaulatan Pangan Nusantara itu meliputi kepemimpinan politik, sinergitas dan komprehensivitas kebijakan, optimalisasi sumber daya lahan dan air untuk pangan dan rakyat.

Selain itu, pemandirian proses produksi dan infrastruktur pendukung pangan nusantara, pembudayaan pola konsumsi pangan nusantara, dan penguatan jaringan dan kelembagaan pangan.

Menurut dia, sekitar 46 persen penduduk Indonesia adalah petani. Ironisnya, sebagai negara agraris yang tanahnya subur, Indonesia tidak mampu berswasembada pangan, tetapi justru mengalami krisis pangan.

"Sebagian pangan Indonesia juga bergantung kepada impor yang harganya naik tak terkendali. Singkong dan garam saja kita impor, padahal Indonesia merupakan negara agraris bahkan maritim," katanya.

Ia mengatakan, saat ini ketergantungan Indonesia atas produk pangan impor cukup tinggi, di antaranya gandum, kedelai, susu, gula, dan daging sapi.

"Impor gandum sebesar 100 persen, kedelai 60 persen, susu 70 persen, gula 54 persen, dan daging sapi sekitar 30 persen dalam rangka mencukupi permintaan dalam negeri," katanya.(*)