Ia menjelaskan kriteria hilal yang secara resmi diadopsi pemerintah Indonesia dan ormas-ormas Islam adalah tinggi minimal 3 derajat Celcius dan elongasi atau jarak pisah bulan dengan matahari sebesar 6,4 derajat.
Menurutnya, kriteria itu sudah disepakati oleh para menteri agama di Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Baca juga: Komisi VIII imbau tetap saling menghormati jika beda awal Ramadhan
Namun, ada organisasi masyarakat atau ormas yang menggunakan kriteria berbeda, yakni wujudul hilal.
Pada 10 Maret 2024 di Indonesia, katanya, posisi Bulan sudah di atas ufuk dan sudah positif. Di Jakarta, posisi Bulan tingginya 0,7 derajat dan elongasi sudah di atas ufuk, namun masih kurang dari 6,4 derajat.
Organisasi masyarakat itu lantas memutuskan awal Ramadhan jatuh pada 11 Maret 2024.
"Pemerintah mengumumkan pada sidang isbat, tapi otoritas ormas dan pimpinan ormas sudah mengumumkan lebih dahulu," ujarnya.
Meski awal Ramadhan berbeda, katanya, tanggal Lebaran ada persamaan, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat.
Pada 9 April 2024, posisi Bulan di wilayah Indonesia sudah cukup tinggi lebih dari 6 derajat dan elongasi sekitar 8 derajat. Faktor itu secara hitung-hitungan sudah memenuhi kriteria MABIMS, yakni minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Ismail Fahmi meminta masyarakat untuk menghormati perbedaan dan saling menghargai terkait dengan perhitungan awal Ramadhan tersebut.
"Ramadhan adalah bulan suci agar kita suci, maka kita mengawali dengan hal yang suci, jauhkan kata-kata yang justru membuat kegalauan," ucap dia.
Baca juga: Menag imbau umat tetap jaga ukhuwah sikapi potensi beda awal Ramadhan
Baca juga: Kemenag: Pemantauan hilal awal Ramadhan digelar di 134 titik
Baca juga: Muhammadiyah tetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah pada 11 Maret 2024