Department Head of Environment PT Astra International Tbk. Bondan Susilo, Sustainability Development Leader Decathlon Indonesia Fiona Sebayang, dan Sustainable Packaging Manager Nestle Indonesia Faiza Anindita mengonfirmasi kemitraan tersebut saat acara temu media di Jakarta, Kamis.
"Selain bisa menjadi perantara dengan bank sampah perusahaan mungkin, atau bank sampah terdekat, data Rekosistem itu prudent, jadi kami bisa menampilkan kepada manajemen bahwa recycling rate kami hampir 100 persen untuk teman-teman yang sudah kami kerja samakan," kata Bondan.
Saat belum bermitra, kata Bondan, perusahaan yang sudah memilah sampah pun memiliki kekhawatiran jika sampah tersebut akan kembali bercampur di tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga tujuan akhir perusahaan untuk memilah sampah tidak tercapai.
"Makanya, setelah ada platform Rekosistem yang bisa kami koneksikan dengan bank sampah, itu sangat membantu," kata Bondan.
Sementara itu, Faiza Anindita dari Nestle Indonesia menilai kelebihan Rekosistem adalah bisa mengelola sampah organik.
"Bisa mengelola sampah organik ini yang masih jarang kayaknya. Padahal, sampah organik itu yang paling bermasalah sebenarnya, apalagi di rumah tangga," kata Anindita.
Khususnya bagi pelanggan, menurut Anindita, pengelolaan sampah organik ini menjadi sebuah keunggulan. Hal ini mengingat tidak semua rumah tangga memiliki akses terhadap tempat pembuangan sampah (TPS, dan mengelola sampah organik secara mandiri pun membutuhkan usaha yang tidak sederhana.
"Apalagi, sampah bekas masakan. Bisa sendiri, ya tetapi keluar belatung saja di rumah," kata Anindita.
Baca juga: "Social Ecopreneur" diminta isi peluang lahirnya konvensi iklim baru
Baca juga: Ingin kurangi sampah anorganik, Rekosistem luncurkan waste station
Awal mula kemitraan Rekosistem dengan Nestle Indonesia pun terjalin karena perusahaan tersebut memiliki kesamaan misi untuk menjangkau dan membantu rumah tangga pelanggan untuk mengelola sampah-sampah ketika sudah tergerak untuk memilah secara mandiri.
Rekosistem dan Nestle Indonesia kemudian membuatkan stasiun penukaran sampah (waste station) berbasis ritel untuk membantu rumah tangga pelanggan. Dengan asumsi, setiap bulan pelanggan akan datang ke ritel untuk berbelanja kebutuhan rumah tangganya, bisa sekalian membawa sampah untuk ditukarkan dengan poin hadiah.
Mulai Desember 2015, kata dia, sudah ada 10 waste station yang dibuat. Lima di Hero dan lima di Hypermart dengan pencapaian pengelolaan sampah 6,5 ton, menjangkau 550 konsumen, dan menghasilkan 1.062 kali transaksi penyetoran.
Jangkauan terhadap perseorangan dalam bidang pengangkutan sampah dan integritas data yang dihasilkan, menurut dia, juga menjadi alasan Decathlon Indonesia bermitra dengan Rekosistem untuk menggunakan platform yang disediakan secara gratis pada perangkat android lewat Play Store.
"Datanya yang terpersonalisasi menjadi penting untuk dikumpulkan ulang dalam melihat performa toko kami sehingga memengaruhi kebijakan perusahaan, apa yang perlu kami tingkatkan lagi, khususnya dalam ekonomi keberlanjutan, bisa terlihat," kata Fiona.
Rekosistem masih berfokus pada solusi pengelolaan sampah di kawasan pemukiman dan kolaborasi dengan pemerintah atau perusahaan swasta di area Pulau Jawa, di antaranya Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Baca juga: Gandeng Rekosistem, AVO Wujudkan Program #AVOSusutainableLiving dalam Mengelola Limbah Kosmetik dengan Rebox
Baca juga: Toyota-Astra Motor ajak masyarakat terlibat program netralitas karbon
Sebagai tanggapan terhadap permintaan yang terus berkembang, CEO dan Co-founder Rekosistem Ernest Layman berencana memperluas layanan dan meningkatkan daerah cakupan untuk meningkatkan efisiensi, keberlanjutan, dan dampak lingkungan pada tahun 2024.
Harapannya agar lebih banyak individu, bisnis, pemerintah dan organisasi sadar akan pentingnya perencanaan dan penerapan tata kelola manajemen sampah di seluruh lini yang lebih ideal
Selain itu, Rekosistem akan terus meningkatkan teknologi pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem pengelolaan sampah terintegrasi, yaitu penerapan Internet of Things (IoT) dan Machine Learning (ML) untuk menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah.
Tujuannya untuk dapat bisa membangun kapasitas pengelolaan sampah hingga 20.000 ton per bulan pada tahun 2025.
Ernest memandang perlu kesadaran masing-masing individu bersama dengan pelaku bisnis dan pemerintah dapat mendorong pertumbuhan sektor ESG yang lebih eksponensial demi menciptakan cita-cita bersama.
"Ini demi masa depan yang hijau, bebas polusi, dan sehat. Setiap langkah yang dilakukan sekarang, besar atau kecil akan berdampak pada linimasa mimpi besar tersebut," katanya.