Pria yang berkuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1974 itu sudah berkarir di dunia perbankan selama 33 tahun dan di Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKNB) sejak 2015 sampai sekarang. Ia pun paham seluk beluk bisnis jasa keuangan karena pernah menjadi eksekutor dan pengawas serta penasehat.
Manajemen risiko dan kekinian teknologi merupakan bidang yang ditekuni sejak awal berkarir sampai sekarang.
Ketika wajib mendapatkan Sertifikasi Manajemen Risiko Level 4 dan 5, justru Krisna ikut sertifikasi level 1-3 melalui Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Bahkan untuk level 3 di BSMR setara dengan Sertifikat Manajemen Risiko Internasional dari Global Association of Risk Proffessionals (GARP) tahun 2009.
Dalam perjalanannya menjadi profesional di bidang perbankan dan nonperbankan selama ini, ia memandang dirinya sebagai montir. "Saya merasakan penugasan saya selama ini tidak lebih hanya sebagai montir saja”.Manajemen risiko dan kekinian teknologi merupakan bidang yang ditekuni sejak awal berkarir sampai sekarang.
Ketika wajib mendapatkan Sertifikasi Manajemen Risiko Level 4 dan 5, justru Krisna ikut sertifikasi level 1-3 melalui Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Bahkan untuk level 3 di BSMR setara dengan Sertifikat Manajemen Risiko Internasional dari Global Association of Risk Proffessionals (GARP) tahun 2009.
Jika sebuah mobil dibawa ke bengkel, maka montir akan memeriksa dan memperbaiki hal-hal yang tidak berfungsi dengan baik. Ketika mobil itu berfungsi normal, maka seorang montir tetap menjadi montir, meskipun awalnya pernah menjadi supir.
Ketika ditunjuk sebagai salah satu anggota Tim Asistensi Menteri Keuangan era Boediono (2003), dalam rangka membuat semacam kertas kerja kajian terkait IMF Exit Policy bidang perbankan, ia merasa berperan sebagai “montir” di mana implementasinya dieksekusi para ahli di bidangnya.
Bankir senior kelahiran Jakarta pada 22 Juli 1955 atau 69 tahun silam itu seolah tidak sadar, memiliki semacam formula mirip root cause analysis (RCA) ala Edward Deming dan Taiichi Ohno (1950), yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam proses manufaktur di Toyota.
Ia pun akhirnya menemukan RCP-nya ketika memosisikan dirinya introvert menjadi lebih sedikit ekstrovert yang diperoleh karena pengalaman berorganisasi terutama saat kuliah dan cenderung dalam melakukan sesuatu, mengubah analisa yang rumit menjadi lebih mudah.
Semasa kuliah, ia aktif berorganisasi. Ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) IPB, menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Organisasi Pecinta Alam IPB (Lawata), serta aktif dalam kegiatan vocal group. Menurut Krisna, banyak teman-teman mengatakan dirinya sebagai Aktivis Kampus 1978 karena saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Pertanian IPB.
Karir perbankannya dimulai dari level paling bawah dengan mengikuti training dan on the job training selama kurang lebih setahun di Kantor BRI Cabang Indramayu, Jawa Barat pada 1980-1981. Lalu lanjut di Kantor Cabang BRI Sleman dan Tjik Di Tiro, Yogyakarta pada 1981-1982.
Selesai mengikuti job training di BRI Indramayu dan BRI Yogyakarta, ia ditarik ke Kantor Pusat menempati posisi sebagai Staf Urusan Perencanaan. Ia bertugas mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data internal dan eksternal. Hanya setahun kemudian, ia ditugaskan ke PT Sanwa BRI Leasing (1983-1987) yang merupakan perusahaan patungan antara BRI dan Sanwa Bank di Jepang.
Kesabaran dan kedisiplinan yang diajarkan sang ayah ternyata juga menjadi modal penting bagi Krisna saat menghadapi ragam persoalan selama berkarir di BRI. Setelah sebelumnya menjadi Kepala Bagian Bisnis di Kantor Wilayah BRI Surabaya (1991-1992), Krisna ditugaskan untuk pertama kalinya sebagai pemimpin Cabang BRI Sudirman di Solo, sekaligus mendapatkan tugas sebagai Koordinator Kantor Cabang se-Karesidenan Solo.
Secara perlahan, karir Krisna di BRI meningkat hingga level tertinggi sebagai Direktur Operasional BRI (2000-2003), kemudian menjadi Direktur Bisnis Mikro dan Ritel (2003-2005). Sebelum mengakhiri karirnya di BRI, Krisna ditugaskan sebagai Komisaris Independen sekitar tiga bulan oleh Menteri BUMN Sugiharto di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Setelah melewati fase panjangnya di BRI selama 25 tahun (1980-2005), ia mendapatkan permintaan untuk menjadi Kepala Eksekutif/Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang pertama (2005-2007), meskipun harus memutuskan mengundurkan diri pada 2008 sebelum masa kerjanya selama lima tahun berakhir.
Selepas dari LPS, Krisna diminta menjadi Komisaris di PT Danamon Tbk (2008-2010) sebagai representasi dari pemegang saham pengendali yang saat itu dimiliki oleh Temasek Singapura. Pada 2010, Krisna kembali diminta oleh Menteri Negara BUMN saat itu, untuk ditugaskan sebagai Komisaris Independen di PT Bank Mandiri Tbk periode 2010-2015.
Keterlibatan Krisna di industri perbankan tetap berlanjut meskipun bukan sebagai pengurus. Keterlibatannya adalah sebagai Anggota Tim Penilai Klarifikasi/Presentasi Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bidang Perbankan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Fit and Proper sejak 2015 hingga sekarang.
Pemahaman tentang kekinian kondisi perbankan diperolehnya ketika melakukan fit and proper kepada calon pengurus bank meliputi jajaran direksi dan komisaris baik bagi bank konvensional maupun syariah.
Bagi Krisna, tugas ini merupakan kebanggaan tersendiri karena selain bagian penghargaan dan kepercayaan dari OJK, ia juga tetap dapat mengikuti perkembangan industri perbankan.
Menjadi nonbankir
Perjalanan karir Krisna ternyata tidak hanya di industri keuangan saja. Tawaran demi tawaran terus bermunculan sejak ia tidak lagi bekerja di industri perbankan, yaitu sebagai Komisaris Utama/Independen PT BNI Life (2015-2018), Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (2016-2022), Komisaris Independen di PT Adira Finance (2016) sampai sekarang, Komisaris Utama PT Brilian Indah Gemilang (2018 sd sekarang); Komisaris Utama/Independen PT Danareksa (2020), Komisaris Utama/Independen PT Perusahaan Pengelola Aset (2020-2022) dan Komisaris Utama/Komisaris Independen PT Jamkrindo dari tahun 2022 sampai dengan sekarang.
Sejak 2014, ia bergabung dengan perusahaan non keuangan dan nonperbankan, yaitu sebagai Anggota Dewan Pengawas Yayasan Adaro Membangun Negeri (2014-2023); Anggota Komite Audit Mahaka Group diawali (2008-2015); sebagai Komisaris Independen PT Mahaka Media Tbk (2016-2017) yang bergerak di bidang media multiplatform; Komisaris Independen PT Mahaka Radio Integra Tbk (2017-2020) yaitu perusahaan yang bergerak di bidang Investasi, Jasa Konsultan, dan Media Digital; dan Anggota Dewan Pengawas Syariah PT Chub Syariah Insurance (qq PT Jaya Proteksi Takaful) yang bergerak di bidang asuransi umum syariah.
Krisna juga mendapatkan kepercayaan sebagai Anggota Tim Penilai Klarifikasi/Presentasi Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bidang Non Perbankan (Fit and Proper) dari Departemen Keuangan RI pada 2010-2012.
Cinta wayang
Ketika bersekolah di SD Flateran Kediri (1964) sampai dengan SMP (1970), ia belajar tarian wayang orang khususnya Cakilan dan Gatotkaca Gandrung.
Wayang dan ketoprak bagi Krisna tidak sekadar kegiatan sepulang sekolah, melainkan hiburan dan hobi sekaligus tempat belajar falsafahnya.
Krisna bahkan ikut aktif menjadi pengurus Paguyuban Puspo Budoyo (2007-2011), yayasan nirlaba yang bergerak di bidang kepedulian pengembangan seni tradisional ketoprak, ludruk, dan wayang orang.
Kecintaan Krisna terhadap seni tradisional terus berlanjut sampai sekarang. Sesibuk apapun, apabila ada pentas Ketoprak atau Wayang Orang, ia berupaya ikut bermain atau hadir untuk menonton.
Di tengah aktivitasnya yang padat, Krisna selalu menyempatkan diri untuk menulis. Menurut dia, kegiatan menulis artikel, bahan ajar dan buku dapat menjaga otak tetap sehat.
"Saya pernah baca dari suatu jurnal-hanya lupa saya catat, bahwa jika kita setiap hari membaca apa saja sekitar minimal 2.500 kata per hari kira-kira 5 halaman kertas folio, akan berkontribusi memenuhi syarat pemeliharaan otak,” kata dia.
Apalagi ketika ia sedang stress, menulis artikel dan revisi bahan ajar menjadi cara mengatasinya. Ini tentu berbeda bagi kebanyakan orang, yang ketika menulis justru pikiran sedang tenang.
Ini terlihat dari replika buku-bukunya yang ia pajang di sebuah ruangan kecil di bagian depan rumahnya. Saat dihitung semua ada 11 buku yang sudah terbit terkait dengan keuangan dan perbankan dan masih dalam antrian akan menerbitkan buku tentang kopi.
Sejak 1980 sampai sekarang, ada kurang lebih 800 artikel yang dimuat di berbagai media, tidak termasuk bahan ajar, makalah dalam ceramah dan artikel akademik, yang ditulisnya.