Bandar Seri Begawan (ANTARA News) - Pemimpin negara ASEAN pada Rabu menandatangani sistem baru untuk menghentikan pembakaran gelap hutan penyebab krisis asap terburuk beberapa tahun belakangan di Asia Tenggara.

Sistem Pengawasan Asap, yang dibuat Singapura, bertujuan membuat perusahaan perkebunanan lebih bertanggung jawab saat membuka lahan. Perkebunan dinilai sebagai penyebab utama kebakaran hutan hampir setiap tahun.

Sistem itu akan menggunakan peta konsesi dan gambar satelit beresolusi tinggi untuk mencari pihak bertanggung jawab melakukan pembakaran hutan secara gelap.

"Kami berharap menteri negara terkait mengunggah peta konsesi, yang telah didigitalkan secepat mungkin," kata Menteri Lingkungan Hidup Singapura Vivian Balakrishnan.

"Kesepakatan ini dapat menjadi pemicu agar perusahaan-perusahaan perkebunan menjadi semakin bertanggung jawab," kata dia di laman Facebook pribadi sesaat setelah Sistem Pengawasan Asap disepakati 10 negara anggota ASEAN.

Beberapa perusahaan perkebunan minyak sawit diduga telah membakar hutan di wilayah konsesi yang didapatkan untuk membuka lahan di Pulau Sumatera.

Perhimpunan pemangku kepentingan sektor industri minyak sawit, The Roundtable on Sustainable Palm Oil, berjanji akan melakukan penyelidikan kepada beberapa anggotanya yang diduga melakukan pembakaran hutan.

Perhimpunan itu --yang mengeluarkan sertifikasi produk kelapa sawit ramah lingkungan dan berkelanjutan yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan di sektor tersebut --melarang anggotanya menggunakan lahan yang dibukan dengan membakar hutan.

Pada Juni lalu beberapa kota di Singapura dan Malaysia diselimuti oleh asap selama beberapa hari. Hal itu kemudian berdampak pada penutupan beberapa sekolah dan naiknya angka penderita penyakit pernafasan.

Presiden Indonesia secara tidak resmi kemudian meminta maaf kepada dua negara tersebut.

Pengamat memperkirakan jika asap pembakaran hutan tersebut menjadi peristiwa tahunan, maka dikhawatirkan beberapa perusahaan multinasional akan memindahkan operasinya dari Singapura, yang merupakan pusat industri finansial di Asia Tenggara.

Krisis asap terbesar di Asia Tenggara terjadi pada 1997--1998 dengan kerugian mencapai sembilan milyar dolar Singapura, demikian AFP.

(G005/B002)