Surabaya (ANTARA) - Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) diharapkan menjadi pilar terdepan dalam manajemen isu untuk melindungi Generasi Digital dari paparan digitalisasi yang negatif. "Rekan-rekanita dari ranting hingga wilayah IPNU-IPPNU harus mampu merumuskan manajemen isu terhadap isu-isu negatif yang menyasar kita dari kalangan nahdliyin," kata Ketua PW IPNU Jatim M Fakhrul Irfansyah dalam keterangan diterima di Surabaya, Sabtu.


Ia mencontohkan "ploncoan" santri di Kediri yang viral di media sosial.
"Meski pesantren itu masih baru, belum legal, dan bukan anggota RMI (Rabithah Ma'ahid Islamiyah) NU, tapi karena kasusnya terjadi di Kediri dan di pesantren, maka warganet langsung mengidentikkan dengan NU, karena itu rekan-rekanita harus melakukan manajemen isu, seperti counter isu, atau menunjukkan contoh pesantren NU yang anti-kekerasan," katanya.

Baca juga: IPNU Jatim: 96 persen milenial akan mencoblos dalam Pemilu 2024
Dalam kesempatan itu, Anggota Majelis Alumni (MA) IPNU Jatim Edy M Ya'kub menjelaskan kesalehan digital dalam konteks dakwah digital itu penting, mengingat radikalisasi lewat dunia digital juga masif didakwahkan para aktivis dan simpatisan kelompok radikal, bahkan ada yang berkedok nama "One Ummah" untuk mengecoh masyarakat dan aparat.

"Ya, dakwah digital itu bukan sekadar viral, melainkan materi dakwah yang bermanfaat, karena dunia digital memang merupakan dunia yang merombak struktur komunikasi antarmanusia dari komunikasi nyata menjadi komunikasi maya/digital, yang bila tidak diberi konten yang saleh akan justru bersifat 'bumerang'. Viral tapi virologi (meracuni/maksiat)," katanya.

Menurut Edy yang juga penulis buku "Kesalehan Digital" (2023) itu, sikap yang tidak saleh itu bisa menjadi "mesin pembunuh" karakter.

"Ibaratnya, kemajuan sekarang itu hanya teknologinya yang maju, tapi manusianya tetap nggak maju, karena karakter 'menghalalkan' segala cara seperti hoaks/framing, scam/penipuan, hack/retas, pishing/quishing, dan isu digital terbaru lainnya," katanya.
Ia mengemukakan jebakan digital yang lebih gawat dari sekadar hoaks dan tindak kriminalitas bermodus digital adalah justru radikalisasi lewat dunia digital, seperti para mantan anggota HTI yang terus melakukan penggalangan kader di dunia maya, bahkan baru saja berani tampil di TMII pada 17 Februari 2024), meski HTI sudah lama dibubarkan (2017).

"Karena itu, saya sependapat dengan Rekan Irfansyah bahwa IPNU dan IPPNU harus menjadi pilar terdepan bagi Generasi Digital yang maju secara talenta digital (kreatif), namun juga maju dalam kesalehan atau karakter digital (arif), dengan tetap dalam bingkai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin," katanya didampingi anggota MA IPNU Jatim lainnya, Choirul Anam Pucang.

Baca juga: Jurnalis senior ANTARA-IPNU Jatim bedah buku Kesalehan Digital
Baca juga: Ketum PBNU minta IPNU-IPPNU pahami visi dan misi pergerakan