Semarang (ANTARA News) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusulkan dan memperjuangkan penghapusan ketentuan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Konstitusi, kemudian mendukung Mahkamah Agung yang mengadilinya, sebagaimana termaktub dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada.

"Sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) pun dibatasi kewenangannya sabagaimana telah ditetapkan dalam konstitusi," kata Sekretaris Jenderal DPP PDIP Tjahjo Kumolo kepada Antara di Semarang, Jumat malam.

Hal itu, menurut Tjahjo, berbeda dengan ketentuan tentang Mahkamah Agung (MA) pada Pasal 24A Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dalam frasa "dan mempunyai wewenang lainnya" sehingga kewenangan MK yang diberikan oleh UU untuk mengadili sengketa pilkada harus dihapuskan.

Dalam Ayat (1) Pasal 24A UUD 1945, disebutkan bahwa MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Adapun kewengan MK, antara lain mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, berwenang memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

"Namun, hal itu tidak terkait dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945," kata Tjahjo yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Dalam Pasal 18 Ayat (4), disebutkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Oleh karena itu, lanjut Tjahjo, senyampang (selagi) Komisi II (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara, Agraria, dan Komisi Pemilihan Umum) DPR RI sedang membahas RUU Pilkada, PDI Perjuangan mengusulkan dan memperjuangkan ketentuan penyelesaian sengketa oleh MK dihapus dari undang-undang atau klausul ini tidak dimasukkan dalam RUU Pilkada.

Berdasarkan draf RUU Pilkada Pasal 30 Ayat (1) versi www.dpr.go.id, disebutkan bahwa calon gubernur yang merasa dirugikan atau mempunyai bukti awal adanya dugaan politik uang yang terjadi sebelum, selama, dan setelah pemilihan, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung.

Dalam Pasal 127, disebutkan bahwa terhadap penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan caloan bupati/wali kota, calon bupati/wali kota yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan ke MA paling lambat tiga hari kerja setelah KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan calon bupati/wali kota terpilih.
(D007/Z002)