Ini saran dokter THT saat telinga gatal
29 Februari 2024 19:32 WIB
Tangkapan layar dokter spesialis telinga hidung dan tenggorok bedah kepala leher dr. Fikry Hamdan Yasin, Sp.THTBKL, Subsp.oto(K) dalam seminar daring Edukasi Kesehatan Indera bagi Masyarakat bertema “Gangguan Pendengaran pada Usia Produktif” di Jakarta, Kamis (29/2/2024). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis telinga hidung dan tenggorok bedah kepala dan leher dr. Fikry Hamdan Yasin, Sp.THTBKL, Subsp.oto (K) menyarankan agar warga menekan bagian kecil di depan lubang telinga saat telinga terasa gatal, bukan mengoreknya menggunakan kapas pentol.
"Cukup menekan bagian kecil depan liang telinga. Tekan-tekan, biasanya gatal yang berada dalam telinga sampai ke dalam-dalam itu berasa. Jangan mengoreknya (dengan 'cotton bud') karena makin gatal lagi," kata dia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI KL) Jakarta Raya itu dalam seminar daring, di Jakarta, Kamis.
Fikry mengatakan rasa gatal pada telinga biasanya terjadi karena pertumbuhan kulit tipis di liang telinga.
Saat seseorang mengorek telinga menggunakan kapas pentol, katanya, maka alat tersebut bisa mengikis kulit tipis yang berada di liang telinga atau dapat menyebabkan kulit tipis itu menjadi mati.
"Biasanya saat mau tumbuh yang baru dia akan gatal lagi sehingga biasanya kita ambil 'cotton bud' lagi. Padahal ada kulit yang mau tumbuh," kata dia.
Baca juga: Kesehatan telinga penting untuk jaga keseimbangan tubuh
Lalu, apabila rasa gatal menjadi tidak tertahankan maka Fikry membolehkan orang-orang meminum obat antigatal atau anti-alergi untuk membantu menghilangkan gatal.
"Jangan dikorek karena bisa membuat lebih gatal atau bisa terjadi infeksi di liang telinga atau disebut otitis eksterna," katanya.
Fikry mengatakan tidak mengorek telinga dengan alat apapun menjadi salah satu kiat demi menjaga kesehatan telinga, selain upaya lainnya yang juga bisa dilakukan seperti menghindari lingkungan bising (di atas 85 desibel).
Selain itu, juga melakukan pemeriksaan kesehatan telinga dan melakukan pembersihan telinga rutin di dokter THT setiap enam bulan.
Sementara itu, dalam acara yang sama, Pelaksana Tugas Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dr Dwi Oktavia T.L.H., M. Epid atau disapa dr Lies mengingatkan masyarakat pentingnya mencegah sakit sejak usia muda salah satunya melalui skrining.
Baca juga: Profesor Jenny sebut gangguan pendengaran pada lansia bisa dicegah
Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, imbuh dia, juga perlu untuk menyosialisasikan tentang pentingnya menjaga kesehatan termasuk melakukan skrining pada masyarakat sehingga peran promosi kesehatan menjadi penting.
Lies mengatakan saat ini ada 14 penyakit tidak menular yang mendapat prioritas untuk dilakukan skrining dan termasuk di antaranya telinga.
"Untuk kemampuan pendengaran atau skrining pada telinga itu termasuk untuk melakukan skrining tuli kongenital, berarti pada bayi baru lahir dan otitis media supuratif kronik (OMSK) atau congek," kata dia.
Lies merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 disebutkan, penduduk Indonesia usia lima tahun ke atas yang mengalami gangguan pendengaran sebesar 2,6 persen.
"Kesannya kecil, tetapi kalau 2,6 persen ini kita hitung pada penduduk Jakarta saja misalnya 10 juta orang maka sebenarnya 2,6 persen ini setara dengan 260 ribu orang. Jadi, angka yang tidak bisa kita abaikan," ujar dia.
Baca juga: Ketahui dampak mendengar musik melalui earphone terhadap telinga
"Cukup menekan bagian kecil depan liang telinga. Tekan-tekan, biasanya gatal yang berada dalam telinga sampai ke dalam-dalam itu berasa. Jangan mengoreknya (dengan 'cotton bud') karena makin gatal lagi," kata dia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI KL) Jakarta Raya itu dalam seminar daring, di Jakarta, Kamis.
Fikry mengatakan rasa gatal pada telinga biasanya terjadi karena pertumbuhan kulit tipis di liang telinga.
Saat seseorang mengorek telinga menggunakan kapas pentol, katanya, maka alat tersebut bisa mengikis kulit tipis yang berada di liang telinga atau dapat menyebabkan kulit tipis itu menjadi mati.
"Biasanya saat mau tumbuh yang baru dia akan gatal lagi sehingga biasanya kita ambil 'cotton bud' lagi. Padahal ada kulit yang mau tumbuh," kata dia.
Baca juga: Kesehatan telinga penting untuk jaga keseimbangan tubuh
Lalu, apabila rasa gatal menjadi tidak tertahankan maka Fikry membolehkan orang-orang meminum obat antigatal atau anti-alergi untuk membantu menghilangkan gatal.
"Jangan dikorek karena bisa membuat lebih gatal atau bisa terjadi infeksi di liang telinga atau disebut otitis eksterna," katanya.
Fikry mengatakan tidak mengorek telinga dengan alat apapun menjadi salah satu kiat demi menjaga kesehatan telinga, selain upaya lainnya yang juga bisa dilakukan seperti menghindari lingkungan bising (di atas 85 desibel).
Selain itu, juga melakukan pemeriksaan kesehatan telinga dan melakukan pembersihan telinga rutin di dokter THT setiap enam bulan.
Sementara itu, dalam acara yang sama, Pelaksana Tugas Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dr Dwi Oktavia T.L.H., M. Epid atau disapa dr Lies mengingatkan masyarakat pentingnya mencegah sakit sejak usia muda salah satunya melalui skrining.
Baca juga: Profesor Jenny sebut gangguan pendengaran pada lansia bisa dicegah
Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, imbuh dia, juga perlu untuk menyosialisasikan tentang pentingnya menjaga kesehatan termasuk melakukan skrining pada masyarakat sehingga peran promosi kesehatan menjadi penting.
Lies mengatakan saat ini ada 14 penyakit tidak menular yang mendapat prioritas untuk dilakukan skrining dan termasuk di antaranya telinga.
"Untuk kemampuan pendengaran atau skrining pada telinga itu termasuk untuk melakukan skrining tuli kongenital, berarti pada bayi baru lahir dan otitis media supuratif kronik (OMSK) atau congek," kata dia.
Lies merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 disebutkan, penduduk Indonesia usia lima tahun ke atas yang mengalami gangguan pendengaran sebesar 2,6 persen.
"Kesannya kecil, tetapi kalau 2,6 persen ini kita hitung pada penduduk Jakarta saja misalnya 10 juta orang maka sebenarnya 2,6 persen ini setara dengan 260 ribu orang. Jadi, angka yang tidak bisa kita abaikan," ujar dia.
Baca juga: Ketahui dampak mendengar musik melalui earphone terhadap telinga
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024
Tags: