Jakarta (ANTARA) - Membalas kritik terhadap strateginya menggunakan banyak pemain muda dalam kualifikasi FIBA Asia Cup 2025 tak memberikan hasil positif, pelatih timnas basket Indonesia Milos Pejic menyatakan Indonesia lebih realistis tampil habis-habisan dalam SEA Games 2025 ketimbang Piala Asia 2025 yang skalanya lebih besar.

Strategi Milos dalam memainkan pemain-pemain muda pada kualifikasi Piala Asia 2025 tak berujung baik karena Indonesia takluk 56-73 kepada Thailand dan kalah telak 51-106 saat melawan Australia pada laga kedua.

Milos mengatakan Indonesia sulit sekali lolos ke putaran final Piala Asia FIBA, apalagi Indonesia memiliki riwayat tak cukup bagus karena hanya sekali lolos, itu pun manakala menjadi tuan rumah Piala Asia 2022.

Sebuah balasan kritik yang layak direnungkan semua orang, khususnya para pemangku kepentingan basket, kendati mungkin terasa menyakitkan untuk didengar.

Milos tak menjelaskan faktor-faktor apa saja yang membuat dia sampai berpandangan demikian.

Yang pasti, sejumlah kalangan terus berupaya meningkatkan kualitas basket nasional, khususnya Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi), antara lain lewat program Indonesia Patriots yang dibentuk sejak 2020.

Akhir Oktober tahun silam Perbasi menjalin kerja sama dengan Federasi Bola Basket Lithuania. Dalam kerangka kerja sama ini, pihak Lithuania berbagi pengalaman, pengetahuan, dan manajemen pengembangan basket kepada Indonesia.

Lewat kerja sama dan skema Indonesia Patriots, pebasket-pebasket muda potensial Indonesia akan dikirim ke negara di Eropa Utara yang penduduknya gila basket itu.

Selain reguler memasok pebasket kaliber atas untuk kompetisi liga basket Amerika Serikat (NBA), Lithuania adalah kekuatan besar basket dunia yang pernah mendapatkan tiga medali Olimpiade, tiga kali juara Eropa, dan finis urutan keenam dalam Piala Dunia FIBA 2023.

Dalam program Indonesia Patriots itu ada upaya mengirimkan bakat-bakat muda basket Indonesia dengan tinggi tubuh minimal 180 cm ke Lithuania. Tapi, mengapa mesti minimal 180 cm?

Karena, menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Perbasi Nirmala Dewi beberapa waktu lalu, rata-rata pemain basket level dunia sudah mencapai tinggi badan 2 meter. Bahkan dalam level Asia sudah sulit mencari atlet muda di bawah 18 tahun dengan tinggi minimal 180 cm.


Terobosan

Faktor tinggi badan memang menjadi satu aspek menonjol dalam bola basket. Walt Frazier dan Alex Sachare, dalam bukunya "The Complete Idiot's Guide to Basketball", menyatakan pemain bertubuh tinggi memiliki tempat istimewa dalam cabang olahraga ini.

"Pemain lebih tinggi sering memiliki keunggulan dalam bola basket karena jarak tembakannya ke keranjang menjadi lebih pendek, jarak tembakannya lebih dekat ke papan pantul, dan kemampuannya dalam menjangkau bola yang lebih baik sehingga berpeluang lebih besar dalam memblok tembakan lawan yang lebih pendek," kata Frazier dan Sachare, dalam buku itu.

Faktanya, bola basket level dunia memang didominasi oleh tim-tim berisi para pemain dengan tinggi rata-rata di atas 180 cm.

Contohnya pada Piala Dunia FIBA 2023. Sebanyak 32 tim yang berkompetisi dalam turnamen basket dunia ini memiliki pemain dengan rata-rata tinggi tubuh minimal 192,3 cm.

Bahkan, lima dari delapan tim yang masuk putaran akhir turnamen itu memiliki pemain dengan rata-rata tinggi badan di atas 200 cm. Kelimanya adalah Serbia, Lithuania, Amerika Serikat, Kanada dan Latvia. Tiga tim lainnya sebenarnya rata-rata hanya 1 cm di atas kelima tim itu.

Tapi, apakah tinggi tubuh menjadi jaminan sukses dalam turnamen-turnamen level dunia? Ya, untuk kebanyakan negara, tetapi tidak untuk segelintir negara.

Contoh jawaban tidak adalah China dan Sudan Selatan yang merupakan dua dari tiga tim berkekuatan pemain-pemain dengan tinggi rata-rata 202 cm, dalam Piala Dunia 2023.

Meskipun menurunkan pemain-pemain dengan rata-rata tinggi badan di atas 2 meter, China dan Sudan Selatan masih di bawah kelas tim-tim Eropa dan Amerika Utara. China bahkan finis lima tingkat di bawah Filipina yang memiliki pemain dengan rata-rata tinggi badan 197,1 cm.

Dalam kasus terbaru, pada kualifikasi Piala Asia 2025 beberapa hari lalu, Indonesia yang menurunkan roster berisikan pemain-pemain dengan rata-rata tinggi badan 190,5 cm, menyerah 56-73 kepada Thailand yang memiliki roster dengan rata-rata tinggi badan 189,5 cm.

Benar, butuh banyak faktor agar sukses level tinggi bisa dicapai. Namun, fakta yang tak bisa dibantah adalah tinggi badan menjadi modal sangat penting dalam bola basket.

Oleh karena itu, formula Perbasi dalam mencari bakat-bakat muda dengan tubuh minimal 180 cm untuk dikirimkan ke Lithuania, adalah terobosan yang mesti dicoba, apalagi jika dikaitkan dengan hasil program Indonesia Patriots sebelumnya.


Kesulitan

Namun seperti disebut Sekjen Perbasi Nirmala Dewi, pemangku basket Indonesia kesulitan mencari anak berusia 13-18 tahun dengan tinggi badan minimal 180 cm.

Wilayah yang luas menjadi salah satu kendala, karena menuntut para pencari bakat dari Perbasi dari satu kota ke kota yang pastinya menghabiskan waktu yang tak sebentar.

Ironisnya, basket sebenarnya amat populer di Indonesia. Hampir semua sekolah menengah dan kampus-kampus di Indonesia memiliki lapangan basket. Ini salah satu petunjuk betapa populernya basket di Indonesia, yang di beberapa negara tegak lurus dengan prestasi di level-level atas.

Di sini, kerja sama dengan sekolah-sekolah menengah di Indonesia dan dinas-dinas olahraga di daerah, dapat membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi Perbasi.

Mencari anak-anak dengan tinggi tubuh minimal 180 cm juga menjadi kesempatan untuk lebih membumikan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) dimana sains menjadi rujukan untuk formula mengenai bagaimana prestasi atlet ditingkatkan.

Tinggi badan bisa didekati dari sains. Setidaknya ada tiga faktor yang menentukan tinggi badan seseorang, yakni DNA, hormon dan nutrisi.

DNA sulit diutak atik lagi, karena secara genetis memang ada perbedaan antara etnis bertubuh lebih tinggi dan bertubuh lebih pendek.

Tapi itu bisa diakali dengan mencari anak hasil pencampuran etnis dengan rata-rata tubuh tinggi. Perbasi sendiri lebih mencari pemain berdarah campuran seperti ini, daripada pemain naturalisasi.

Tinggi tubuh juga bisa diintervensi dengan pendekatan kesehatan, khususnya aspek hormonal, karena sejumlah hormon dalam tubuh bisa menginstruksikan tubuh untuk mengejar pertumbuhan yang pada gilirannya membuat orang bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain.

Intervensi juga dilakukan lewat pendekatan nutrisi. Pakar-pakar kesehatan sendiri menyebutkan orang yang cukup nutrisi mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki tubuh lebih tinggi.

Intervensi pola peningkatan nutrisi bahkan bukan semata proyek basket nasional, melainkan juga program nasional yang melibatkan banyak pemangku kepentingan di luar basket, mengingat upaya menciptakan generasi sehat adalah tanggung jawab semua pemangku kepentingan nasional.

Tetapi semua ini tentu saja tergantung kepada seberapa kuat dan konsisten Perbasi menjalankan program peningkatan kualitas basket kita.

Baca juga: Kaleb sanjung habis-habisan darah muda dalam timnas basket
Baca juga: Milos Pejic akan evaluasi penggunaan pemain muda untuk laga November
Baca juga: Prosper nilai tim basket Indonesia perlu pemain senior lain