Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, Indonesia akan mengevaluasi kerjasamanya dengan Jepang, terutama dalam skema EPA (Economic Partnership Agreement) yang telah berlangsung enam tahun sejak ditandatangani tahun 2007.

Hatta Rajasa mengemukakan hal itu kepada ANTARA menjelang dimulainya pertemuan bilateral mengenai ekonomi Indonesia-Jepang di Hotel Marriot, Nusa Dua, Bali, Jumat.

"Setelah berjalan sekian lama, saatnya kerja sama itu dievaluasi, karena kita perlu mengkaji lagi efektivitas EPA," kata Hatta Rajasa.

Menyinggung alasan melakukan evaluasi, Hatta Rajasa mengatakan bahwa implementasinya perlu dipikirkan kembali, meski sejumlah program sudah berjalan namun dinilai masih lambat.

Kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang dalam mekanisme EPA saat ini yang paling terlihat nyata adalah pengiriman tenaga perawat dan perawat jompo ke Negeri Sakura tersebut.

Kerja sama EPA Indonesia-Jepang ditandatangani di Jakarta pada 27 Agustus 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Jepang Shinzo Abe dan baru diimplementasikan pada 2008.

Jepang saat ini sudah mengantongi kesepakatan EPA dengan beberapa negara, seperti Meksiko, Chili dan enam negara ASEAN. Selanjutnya Jepang terus memburu EPA, paling tidak sepuluh negara lagi yang menjadi sasarannya, mulai dari Asia hingga Uni Eropa.

Kerja sama EPA dilandasi tiga hal, yaitu liberalitation (pembukaan akses pasar terbuka), facilitation (kemudahan akses pasar), dan cooperation (kerja sama untuk peningkatan kapasitas).

Tiga landasan tesebut menarik bagi Indonesia karena mampu menempatkan Indonesia dalam posisi sejajar (kemitraan-partner) sehingga dalam implementasinya betul-betul menguntungkan kedua belah pihak.

Perdagangan ekonomi Jepang dan Indonesia selama ini selalu mengalami peningkatan setiap tahun dan diharapkan akan meningkat sekitar 20 persen dengan adanya EPA. Namun sebetulnya yang terpenting adalah keseimbangan perdagangan.

Investais Jepang sebagian besar berada di sektor otomotif, perdagangan, mesin dan elektronik. Saat ini diperkirakan sebanyak 1.000 perusahaan multinasional dari Jepang dan menyerap sedikitnya 280 ribu pekerja.