Kondisi AS berdampak ke Asia Pasifik
4 Oktober 2013 12:59 WIB
Gedung Capitol AS terlihat di balik rantai besi di Washington DC, Senin (30/9). Sebanyak satu juta pegawai pemerintahan membuat rencana mendadak atas kemungkinan penutupan pemerintah tengah malam, dengan para serikat pekerja mendesak Kongres untuk melakukan kesepakatan di menit-menit terakhir. (REUTERS/Kevin Lamarque)
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Penghentian sementara operasionalisasi pemerintah Amerika Serikat dan kebuntuan politik mengenai defisit dan anggaran dapat mengganggu perekonomian negara itu. Juga berisiko bagi pertumbuhan di kawasan Asia Pasifik.
Sekretaris Jenderal Pacific Economic Cooperation Council (PECC), Eduardo Pedrosa, di sela-sela KTT APEC 2013 di Nusa Dua, Bali, Jumat, mengatakan, kegagalan kebangkitan paket ekonomi dan anggaran di AS berada di peringkat kelima tertinggi risiko untuk tumbuh berdasarkan survei terhadap 560 opinion leader di kawasan.
"Survei dilaksanakan hampir dua bulan lalu sebelum terjadi penutupan pemerintah, jika survei dilaksanakan pada hari ini, kemungkinan peringkatnya lebih besar," kata Pedrosa yang juga menjadi koordinator pembuatan laporan tersebut.
Dalam laporan PECC, lembaga kemitraan perwakilan akademisi, bisnis dan pemerintah dari 25 perekonomian 25 anggota di Pacific Rim, tersebut, juga disebutkan bahwa perlambatan ekonomi China berada pada tingkat tertinggi risiko untuk tumbuh di Asia Pasifik.
Studi menemukan bahwa lebih dari 60 persen responden memperkirakan China akan mencatat rekor terendah selama 12 bulan ke depan, yang telah diindikasikan oleh reformasi kebijakan yang dilaksanakan pemerintah.
Survei lebih menunjukkan hasil positif bagi AS, dengan 60 persen memperkirakan pertumbuhan lebih kuat di perekonomian AS, naik dari 30 persen pada tahun lalu. Optimisme tentang perekonomian Jepang sebesar 55,4 persen, dibandingkan 19,9 persen pada 2012.
Dikatakan, responden survei sangat mendukung kerja APEC tentang liberalisasi perdagangan dan investasi, namun menekankan perlunya lembaga domestik yang lebih kuat untuk menciptakan pertumbuhan inklusif.
Keseluruhan persetujuan terhadap kinerja APEC sebesar 17,1 persen. Pada 2007, persetujuannya lebih rendah sekitar 1,3 persen.
Survei juga menanyakan tentang lima isu terbesar yang harus diselesaikan pemimpin ekonomi APEC selama pertemuan mereka di Bali. Teratas adalah prakarsa penyatuan ekonomi kawasan, dikuti strategi pertumbuhan APEC, korupsi, Bogor Goals tentang investasi dan perdagangan terbuka dan bebas serta pengurangan ketidaksamarataan penghasilan di kawasan.
Yang hilang dari daftar prioritas adalah penyelesaian Putaran Doha tentang pembicaraan perdagangan global di bawah WTO. Sejak 2007, ketertarikan atas Putaran Doha jatuh dari 52 persen menjadi 16 persen pada tahun ini.
Co-Chair PECC, Jusuf Wanandi, mengatakan, kesepakatan perdagangan kawasan tidak akan menyelesaikan seluruh masalah perdagangan.
"Kita harus bergerak maju pada tingkat multilateral melalui Putaran Doha. APEC meunjukkan kepemimpinannya sebelumnya, dengan Putaran Uruguay. Itu harus dilakukan lagi," kata Jusuf Wanandi.
Sekretaris Jenderal Pacific Economic Cooperation Council (PECC), Eduardo Pedrosa, di sela-sela KTT APEC 2013 di Nusa Dua, Bali, Jumat, mengatakan, kegagalan kebangkitan paket ekonomi dan anggaran di AS berada di peringkat kelima tertinggi risiko untuk tumbuh berdasarkan survei terhadap 560 opinion leader di kawasan.
"Survei dilaksanakan hampir dua bulan lalu sebelum terjadi penutupan pemerintah, jika survei dilaksanakan pada hari ini, kemungkinan peringkatnya lebih besar," kata Pedrosa yang juga menjadi koordinator pembuatan laporan tersebut.
Dalam laporan PECC, lembaga kemitraan perwakilan akademisi, bisnis dan pemerintah dari 25 perekonomian 25 anggota di Pacific Rim, tersebut, juga disebutkan bahwa perlambatan ekonomi China berada pada tingkat tertinggi risiko untuk tumbuh di Asia Pasifik.
Studi menemukan bahwa lebih dari 60 persen responden memperkirakan China akan mencatat rekor terendah selama 12 bulan ke depan, yang telah diindikasikan oleh reformasi kebijakan yang dilaksanakan pemerintah.
Survei lebih menunjukkan hasil positif bagi AS, dengan 60 persen memperkirakan pertumbuhan lebih kuat di perekonomian AS, naik dari 30 persen pada tahun lalu. Optimisme tentang perekonomian Jepang sebesar 55,4 persen, dibandingkan 19,9 persen pada 2012.
Dikatakan, responden survei sangat mendukung kerja APEC tentang liberalisasi perdagangan dan investasi, namun menekankan perlunya lembaga domestik yang lebih kuat untuk menciptakan pertumbuhan inklusif.
Keseluruhan persetujuan terhadap kinerja APEC sebesar 17,1 persen. Pada 2007, persetujuannya lebih rendah sekitar 1,3 persen.
Survei juga menanyakan tentang lima isu terbesar yang harus diselesaikan pemimpin ekonomi APEC selama pertemuan mereka di Bali. Teratas adalah prakarsa penyatuan ekonomi kawasan, dikuti strategi pertumbuhan APEC, korupsi, Bogor Goals tentang investasi dan perdagangan terbuka dan bebas serta pengurangan ketidaksamarataan penghasilan di kawasan.
Yang hilang dari daftar prioritas adalah penyelesaian Putaran Doha tentang pembicaraan perdagangan global di bawah WTO. Sejak 2007, ketertarikan atas Putaran Doha jatuh dari 52 persen menjadi 16 persen pada tahun ini.
Co-Chair PECC, Jusuf Wanandi, mengatakan, kesepakatan perdagangan kawasan tidak akan menyelesaikan seluruh masalah perdagangan.
"Kita harus bergerak maju pada tingkat multilateral melalui Putaran Doha. APEC meunjukkan kepemimpinannya sebelumnya, dengan Putaran Uruguay. Itu harus dilakukan lagi," kata Jusuf Wanandi.
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Tags: