"Inflasi bulan Februari didorong oleh inflasi inti dan inflasi harga bergejolak," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Josua mengatakan inflasi inti pada Februari 2024 diperkirakan berkisar 1,7 persen (yoy) dari bulan sebelumnya 1,68 persen (yoy).
Baca juga: Menkeu menilai kenaikan harga beras perlu diwaspadai Sementara itu, kenaikan inflasi harga bergejolak dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan kebutuhan pokok seperti beras yang meningkat 3,8 persen (mtm); cabai merah naik 11,3 persen (mtm); telur meningkat 1,7 persen (mtm); daging ayam naik 0,7 persen (mtm) dan minyak goreng meningkat 0,6 persen (mtm).
Sebagian komoditas pangan terutama beras masih dipengaruhi oleh fenomena El Nino, yang menurunkan pasokan pangan dalam negeri selama periode akhir menjelang musim panen.
Ia menuturkan impor juga agak terhambat dari beberapa negara produsen beras yang menerapkan pembatasan ekspor makanan. Selain itu, cuaca ekstrem mengganggu jalur distribusi pangan.
Inflasi inti yang cenderung stabil mengindikasikan ekspektasi inflasi terjangkar dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) saat ini.
Ke depan, inflasi umum pada akhir 2024 diproyeksikan akan berkisar 3,0-3,5 persen (yoy).
Baca juga: BI targetkan inflasi "volatile food" terjaga pada kisaran 5 persen
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pemerintah memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan beras untuk menekan kenaikan harga beras dan mengendalikan inflasi.Baca juga: BI targetkan inflasi "volatile food" terjaga pada kisaran 5 persen
"Untuk beras, cabai, bawang merah, bawang putih itu tentu saja khususnya beras kita memastikan ketersediaan pasokan dan distribusinya, itu yang tugasnya Badan Pangan Nasional sama Bulog," kata Perry dalam Seminar Stabilitas Moneter di Tengah Dinamika Ekonomi 2024 di Jakarta, Kamis (1/2).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas beras mengalami inflasi sebesar 0,64 persen pada Januari 2024, dengan andil terhadap inflasi utama sebesar 0,03 persen.
Kenaikan tersebut disebabkan oleh kurangnya pasokan di sejumlah wilayah, terutama akibat faktor cuaca dan rusaknya beberapa akses jalan. Hal itu membuat distribusi beberapa komoditas pangan menjadi terhambat.