Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan Rp2,7 miliar dari hasil penggeledahan rumah dinas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

"Di rumah AM (Akil Mochtar) di Widya Chandra kami menemukan uang sejmlah Rp2,7 miliar yang ditempatkan di dua tas, kemudian ada dokumen yang disita dari rumah tersangka yang lain," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat dini hari.

KPK pada sore hari menggeledah lima lokasi terkait penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan Akil Mochtar terkait dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak.

Penggeledahan berlangsung di kantor Akil di gedung MK, rumah dinas Akil, rumah tersangka Tubagus Chaery Wardhana di Jalan Denpasar, Kuningan Jakarta, kantor Chairun Nisa di DPR dan rumah Chairun.

"Dari lima lokasi, sampai saat ini di ruangan AM di MK masih berlangsung, sedangkan yang lain sudah tinggal urusan administrasi.

"Dari hasil penggeledahan, penyidik akan menelaah lebih lanjut apakah ada kaitan dan bukti yang bisa dikembangkan untuk penyidikan nanti," kata Johan.

KPK menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Kalteng) dan Lebak (Banten) bersama dengan sejumlah tersangka lain.

"Apakah proses nantinya ada pengembangan ke pilkada lain tergantung dari penyidik, namun bila ada informasi dan data yang masyarakat ketahui yang ada indikasi pilkada berperkara di MK bisa disampaikan ke KPK, tentu tidak boleh dengan asumsi atau rumor melainkan harus dengan data yang valid," ujar Johan.

KPK juga belum menyimpulkan ada keterlibatan hakim konstitusi lain dalam kasus ini.

"Sampai saat ini belum ada kesimpulan hakim lain terlibat, tergantung apakah penyidik menemukan sehingga menyimpulkan ada pihak lain yang terlibat," kata Johan.

Tersangka lain yang diduga menerima suap dalam perkara pilkada Kabupaten Gunung Mas adalah Chairun Nisa, sedangkan pemberi adalah Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan Cornelis Nalau dari pihak swasta.

KPK menyita uang senilai 284.050 dolar Singapura dan 22.000 dolar AS yang dimasukkan dalam beberapa amplop coklat dengan total uang yang dihitung dalam rupiah mencapai Rp3 miliar saat dilakukan penangkapan di rumah Akil.

Sementara dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, Akil Mochtar dan Susi Tur Handayani menjadi tersangka sebagai penerima suap, sementara Tubagus Chaery Wardhana dan kawan-kawan selaku pemberi suap.

KPK menyita uang senilai Rp1 miliar dalam lembaran Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang dimasukkan ke dalam tas travel bewarna biru.

Akil baru menjadi ketua MK pada April 2013 menggantikan Mahfud MD. Akil sendiri sudah menjadi hakim konstitusi sejak 2009.

Ia pernah bekerja sebagai pengacara hingga pada 1999 menjadi anggota DPR dari Partai Golkar selama dua periode hingga 2009.

Pada 2007, Akil sempat maju sebagai calon gubernur Kalimantan Barat namun bukan diusung Partai Golkar, melainkan oleh koalisi partai kecil.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 3 Januari 2011, nilai harta kekayaan Akil berjumlah Rp5,1 miliar yang terdiri dari harta tidak bergerak sekitar Rp2 miliar berupa sejumlah tanah dan bangunan di Pontianak, Kalimantan Barat.

Selanjutnya harta bergerak yang terdiri dari alat transportasi sekitar Rp402 juta, usaha peternakan sapi dengan nilai Rp30 juta, harta bergerak lainnya berupa emas, batu mulia, dan barang antik lainnya sekitar Rp451 juta serta giro dan setara kas senilai Rp2,2 miliar. (D017/KWR)