Di Rusia, Fatah-Hamas bakal bahas pemerintahan persatuan Palestina
28 Februari 2024 17:38 WIB
Arsip - Seorang anak laki-laki berlutut di dekat kuburan para korban tewas dalam konflik Hamas-Israel di Kota Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 30 Januari 2024. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/pri)
Moskow (ANTARA) - Faksi-faksi Palestina yang akan menghadiri KTT di Moskow akhir pekan ini, termasuk Fatah dan Hamas, berencana untuk membahas prospek pembentukan pemerintahan persatuan dan rekonstruksi Jalur Gaza pascakonflik.
Pernyataan itu disampaikan oleh Dubes Palestina untuk Rusia, Abdel Hafiz Nofal kepada kantor berita Rusia, Sputnik.
Rusia akan menjadi tuan rumah pertemuan antar-Palestina di Moskow mulai Kamis hingga Sabtu, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov kepada Sputnik.
"Kami akan mempertimbangkan pemerintahan baru. Ini adalah masalah teknis, bukan politik. Gaza memerlukan konferensi internasional, pembangunan kembali, pendanaan yang besar, sehingga memerlukan kabinet baru untuk hal ini. Itulah yang akan kami lakukan," kata Nofal.
Untuk itu, berbagai pihak akan melihat peluang ini terlebih dahulu di Moskow, kemudian peluang untuk bersatu dan menghentikan perang, lanjutnya.
Diplomat tersebut mengatakan bahwa kedua gerakan Palestina harus menemukan landasan politik yang sama selama perundingan dan berterima kasih kepada Moskow karena menjadi tuan rumah pertemuan tersebut di "masa yang sulit". Perundingan juga akan fokus pada masalah kemanusiaan di Jalur Gaza, tambahnya.
"Pertama, kami ingin menghentikan perang, dan kedua, (kami ingin) lebih banyak bantuan internasional masuk ke Gaza. Ada lebih dari 2 juta orang di Gaza, mereka membutuhkan 500 truk bantuan kemanusiaan setiap hari. Sejauh ini, jumlah maksimumnya baru di angka 100. Itu tidak cukup," kata Nofal.
Baca juga: Putin tidak akan temui Hamas, Fatah selama kunjungan ke Moskow
Sang Duta Besar Palestina juga menyerukan kerja sama menuju penyelesaian pasca-konflik di Jalur Gaza, dan memperkirakan bahwa penyelesaian tersebut akan membutuhkan dana sebesar 20 miliar dolar AS (sekitar Rp314,5 triliun) serta dalam jangka waktu lima tahun.
"Pembicaraan normal harus dimulai di arena internasional dan menemukan bahasa yang sama mengenai prinsip dua negara yang dibicarakan semua orang," tutur Nofal.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2023, gerakan Palestina Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dari Gaza dan melanggar perbatasan, menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 240 lainnya.
Israel melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Sedikitnya ada 29.700 orang telah terbunuh sejauh ini di Jalur Gaza, kata pemerintah setempat.
Pada 24 November, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai gencatan senjata sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Gencatan senjata telah diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember.
Selain itu, lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Baca juga: PBB soroti kelaparan yang melanda Gaza
Pernyataan itu disampaikan oleh Dubes Palestina untuk Rusia, Abdel Hafiz Nofal kepada kantor berita Rusia, Sputnik.
Rusia akan menjadi tuan rumah pertemuan antar-Palestina di Moskow mulai Kamis hingga Sabtu, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov kepada Sputnik.
"Kami akan mempertimbangkan pemerintahan baru. Ini adalah masalah teknis, bukan politik. Gaza memerlukan konferensi internasional, pembangunan kembali, pendanaan yang besar, sehingga memerlukan kabinet baru untuk hal ini. Itulah yang akan kami lakukan," kata Nofal.
Untuk itu, berbagai pihak akan melihat peluang ini terlebih dahulu di Moskow, kemudian peluang untuk bersatu dan menghentikan perang, lanjutnya.
Diplomat tersebut mengatakan bahwa kedua gerakan Palestina harus menemukan landasan politik yang sama selama perundingan dan berterima kasih kepada Moskow karena menjadi tuan rumah pertemuan tersebut di "masa yang sulit". Perundingan juga akan fokus pada masalah kemanusiaan di Jalur Gaza, tambahnya.
"Pertama, kami ingin menghentikan perang, dan kedua, (kami ingin) lebih banyak bantuan internasional masuk ke Gaza. Ada lebih dari 2 juta orang di Gaza, mereka membutuhkan 500 truk bantuan kemanusiaan setiap hari. Sejauh ini, jumlah maksimumnya baru di angka 100. Itu tidak cukup," kata Nofal.
Baca juga: Putin tidak akan temui Hamas, Fatah selama kunjungan ke Moskow
Sang Duta Besar Palestina juga menyerukan kerja sama menuju penyelesaian pasca-konflik di Jalur Gaza, dan memperkirakan bahwa penyelesaian tersebut akan membutuhkan dana sebesar 20 miliar dolar AS (sekitar Rp314,5 triliun) serta dalam jangka waktu lima tahun.
"Pembicaraan normal harus dimulai di arena internasional dan menemukan bahasa yang sama mengenai prinsip dua negara yang dibicarakan semua orang," tutur Nofal.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2023, gerakan Palestina Hamas melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dari Gaza dan melanggar perbatasan, menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 240 lainnya.
Israel melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Sedikitnya ada 29.700 orang telah terbunuh sejauh ini di Jalur Gaza, kata pemerintah setempat.
Pada 24 November, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai gencatan senjata sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Gencatan senjata telah diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember.
Selain itu, lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Baca juga: PBB soroti kelaparan yang melanda Gaza
Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024
Tags: