"Terdapat hubungan yang sangat erat dan signifikan antara proses Pemilu 2024 dengan kecemasan dan depresi masyarakat," kata Peneliti dari Kaukus Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam diskusi media di Jakarta Selatan, Rabu.
Ray menerangkan penelitian dengan metode survei kuisioner itu melibatkan 1.077 responden dari 29 provinsi dan luar negeri. Sebanyak 71 persen partisipan di antaranya berusia di bawah 40 tahun.
Baca juga: Psikiater: Dukungan keluarga sangat penting cegah depresi caleg gagal
"Ini adalah kompilasi dari yang (kecemasan dan depresi) sedang dan berat, yang gejala ringan kita keluarkan karena kalau kita masukkan bisa makin banyak," ujar Ray.
Jika dibandingkan dengan data prevalensi kecemasan dan depresi dari Riset Kesehatan Dasar 2018 dan Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan 2022, terang Ray, tingkat prevalensi kecemasan masyarakat sebelum Pemilu 2024 sebesar 9,8 persen sedangkan depresi berada di angka 6 persen.
Penyebab dari kecemasan dan depresi setelah Pemilu 2024, adalah konflik dalam diri untuk menentukan pilihan, konflik eksternal yang berkaitan dengan perbedaan pilihan politik, dan tekanan dalam menentukan calon tertentu.
Baca juga: RSUD Kota Serang siapkan ruangan khusus caleg depresi pascapemilu
Menurut Ray, Pemilu 2024 tidak serta merta menjadi penyebab munculnya kecemasan dan depresi pada masyarakat Indonesia. Akan tetapi, ajang pesta demokrasi itu berkontribusi terhadap peningkatan risiko gangguan kesehatan mental.
Secara lebih rinci, Ray menjelaskan sebanyak 3 dari 10 responden yang selama proses Pemilu 2024 mengalami konflik diri, konflik dengan pihak lain, dan mendapat tekanan dalam memilih calon tertentu, secara signifikan mengalami kecemasan sedang-berat.
Hal tersebut membuat risiko kecemasan sedang hingga berat meningkat hingga 2,6 kali sampai 3 kali lipat.
Sementara untuk depresi, sebanyak 31 persen responden dengan konflik diri mengalami depresi sedang-berat, dengan tingkat risiko mencapai 2,5 kali lipat. Sebanyak 25 persen responden yang memiliki konflik dengan pihak lain terkait proses pemilu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hampir 2 kali lipat.
Kemudian, 40 persen responden yang mendapatkan tekanan dalam memilih calon tertentu mengalami depresi sedang-berat, dengan risiko hingga 3,3 kali lebih besar untuk mengalami depresi.
Baca juga: RSJ Islam Klender siap terapi caleg yang depresi akibat gagal terpilih