Yogyakarta (ANTARA News) - Mahfud MD menyarankan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar untuk segera mengakui keterlibatannya atas dugaan suap kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Emas, Kalimantan Tengah.
"Agar tidak terlalu menyulitkan, sudahlah mengakui saja, biar cepet dari pada nanti berbelit-belit," kata mantan Ketua MK itu kepada wartawan di Yogyakarta, Kamis.
Hal itu perlu dipertimbangkan karena menurut dia setiap orang yang telah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui operasi tangkap tangan (OTT) sangat kecil kemungkinanannya untuk bisa lolos.
"Berdasarkan pengalaman yang kemudian menjadi keyakinan saya dengan tangkap tangan seperti itu tidak ada yang bisa lolos. Membantah dengan bagaimana pun biasanya KPK langsung dapat membuktikan secara lengkap,"katanya.
Kesediaan AM untuk mengakui dan mempermudah proses pemeriksaan oleh KPK juga secara langsung akan meringankan beban Mahkamah Konstitusi (MK) atas kasus yang telah melibatkannya.
"Saya harap pak Akil mempermudah MK karena MK masih punya banyak pekerjaan. Sehingga MK tidak boleh digantung dengan kasus dia,"katanya.
Dengan demikian, tambah dia, seandainya peran AM dalam kasus tersebut dibuktikan tidak terlalu besar maka hukuman yang didapatkannya juga tidak terlalu berat.
"Sehingga kalau memang perannya Pak Akil itu nanti tidak terlalu besar hukumannya juga tidak terlalu berat,"katanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pada Rabu (2/10) malam di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM bersama dengan CHN dan CN.
Dalam penangkapan itu penyidik menyita uang dolar Singapura yang sementara diperkirakan Rp2 miliar hingga Rp3 miliar yang diduga pemberian CHN dan CN kepada AM yang diduga terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Saran Mahfud untuk Akil Mochtar
3 Oktober 2013 14:36 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (ANTARA FOTO/ Andreas Fitri Atmoko) ()
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: