Airlangga: Realisasi peremajaan sawit meningkat 72,35 persen
27 Februari 2024 18:42 WIB
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (27/2/2024). ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting pada 2023 mencapai 53.012 hektare (ha) atau meningkat 72,35 persen dibandingkan 2022 yang sebesar 30.759 ha.
Pemerintah juga mencatat penyaluran dana PSR di tahun 2023 sebesar Rp1,5 triliun yang diberikan kepada 21.020 pekebun.
Dalam rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, Menko Airlangga menyoroti beberapa poin krusial dari rapat tersebut yang salah satunya terkait dengan realisasi program penanaman kembali sawit yang hanya mencapai 30 persen dari target 180.000 ha.
"Salah satu yang menjadi kendala adalah di regulasi. Oleh karena itu, tadi diminta agar Kementan mengkaji peraturan Menteri Pertanian ini karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK," kata Airlangga.
Airlangga juga menekankan bahwa salah satu penghambat utama adalah regulasi yang mempersulit proses penanaman kembali bagi pekebun rakyat.
Dalam program PSR, pada tahun pertama pekebun sawit rakyat bisa mendapatkan dana bantuan sebesar Rp30 juta per hektare dengan maksimal luasan kebun empat ha.
Untuk tahun kedua dan selanjutnya, pekebun dapat memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) dengan batas maksimal pagu Rp500 juta dan bunga enam persen per tahun.
Saat ini, sedang diajukan usulan kenaikan dana bantuan tersebut menjadi Rp60 juta untuk biaya pembangunan kebun, perawatan, tanaman sela, pendampingan sampai dengan tanaman mulai berbuah (P0–P3) dengan kebutuhan biaya Rp10,8 triliun.
"Kami juga usulkan kenaikan dana untuk replanting yang sekarang diberikan Rp30 juta itu untuk dinaikkan ke Rp60 juta. Kenapa harus dinaikkan ke Rp60 juta? Karena, dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun, itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun ke-4," terang Airlangga.
Selain itu, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tengah mempersiapkan program beasiswa untuk menciptakan sumber daya manusia kelapa sawit yang unggul dan menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit sesuai dengan tantangan industri dan prinsip keberlanjutan.
"Mengenai keterlanjuran lahan. Dilihat dari daftar yang sudah masuk, keluarannya masih sangat sedikit. Padahal, ini sudah masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021. Oleh karena itu, perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Termasuk, untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong," jelasnya.
Baca juga: Airlangga sebut regulasi jadi kendala peremajaan sawit belum tercapai
Baca juga: Pemerintah usul kenaikan dana peremajaan sawit jadi Rp60 juta/hektare
Baca juga: Menko Perekonomian serahkan dana PSR Rp7,38 miliar di Sumut
Pemerintah juga mencatat penyaluran dana PSR di tahun 2023 sebesar Rp1,5 triliun yang diberikan kepada 21.020 pekebun.
Dalam rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, Menko Airlangga menyoroti beberapa poin krusial dari rapat tersebut yang salah satunya terkait dengan realisasi program penanaman kembali sawit yang hanya mencapai 30 persen dari target 180.000 ha.
"Salah satu yang menjadi kendala adalah di regulasi. Oleh karena itu, tadi diminta agar Kementan mengkaji peraturan Menteri Pertanian ini karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK," kata Airlangga.
Airlangga juga menekankan bahwa salah satu penghambat utama adalah regulasi yang mempersulit proses penanaman kembali bagi pekebun rakyat.
Dalam program PSR, pada tahun pertama pekebun sawit rakyat bisa mendapatkan dana bantuan sebesar Rp30 juta per hektare dengan maksimal luasan kebun empat ha.
Untuk tahun kedua dan selanjutnya, pekebun dapat memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) dengan batas maksimal pagu Rp500 juta dan bunga enam persen per tahun.
Saat ini, sedang diajukan usulan kenaikan dana bantuan tersebut menjadi Rp60 juta untuk biaya pembangunan kebun, perawatan, tanaman sela, pendampingan sampai dengan tanaman mulai berbuah (P0–P3) dengan kebutuhan biaya Rp10,8 triliun.
"Kami juga usulkan kenaikan dana untuk replanting yang sekarang diberikan Rp30 juta itu untuk dinaikkan ke Rp60 juta. Kenapa harus dinaikkan ke Rp60 juta? Karena, dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun, itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun ke-4," terang Airlangga.
Selain itu, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tengah mempersiapkan program beasiswa untuk menciptakan sumber daya manusia kelapa sawit yang unggul dan menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit sesuai dengan tantangan industri dan prinsip keberlanjutan.
"Mengenai keterlanjuran lahan. Dilihat dari daftar yang sudah masuk, keluarannya masih sangat sedikit. Padahal, ini sudah masuk di dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021. Oleh karena itu, perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat. Termasuk, untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong," jelasnya.
Baca juga: Airlangga sebut regulasi jadi kendala peremajaan sawit belum tercapai
Baca juga: Pemerintah usul kenaikan dana peremajaan sawit jadi Rp60 juta/hektare
Baca juga: Menko Perekonomian serahkan dana PSR Rp7,38 miliar di Sumut
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: