Jakarta (ANTARA News) - 69 orang yang diduga pencari suaka dari Irak dan Lebanon ditemukan polisi di pantai Cikole, Kampung Genggong, Desa Sinarlaut, Kecamatan Agrabinta, Cianjur, Jawa Barat.

"Ditemukan 69 orang, 28 hidup dan 41 meninggal dunia," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Agus Arianto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Agus menjelaskan, korban tewas karena kapal yang ditumpanginya tenggelam menyusul kehabisan bahan bakar.

"Setelah terombang-ombing di lautan, pada hari kelima bahan bakar sudah habis dan berakibat pada tidak terkendalinya kapal dan akhirnya tenggelam sekitar 200-300 kilometer dari pantai," papar Agus.

Dia mengatakan hingga hari ini polisi masih menelusuri peristiwa ini karena Senin kemarin pencarian hanya dilakukan hingga pukul 17.30 WIB akibat kondisi cuaca yang tidak memungkinkan dengan adanya gelombang setinggi enam meter.

"Pagi ini sudah dilanjutkan kembali untuk mencari baik yang masih maupun yang sudah tewas," katanya.

Agus menjelaskan polisi akan mengidentifikasi post mortem kepada seluruh korban meninggal dunia, di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, selain untuk mengetahui data-data korban sebelum meninggal.

Sementara 24 orang yang hidup sudah diserahkan kepada pihak imigrasi Sukabumi, dan empat lainnya dirawat di RSUD Cianjur.

"Nanti kita koordinasikan dengan kedutaan atau pihak keluarga. Namun demikian, tetap kita koordinasikan dengan kementerian terkait juga pihak kedutaan dan konjen di wilayah tersebut untuk bisa memastikan apakah betul ini warga negaranya," katanya.

Agus mengatakan Polri belum memastikan jumlah penumpang karena penumpang sendiri tidak mengetahui pasti jumlahnya.

Sebelumnya, Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Letjen TNI M Alfan Baharuddin mengatakan ada dua Warga Negara Indonesia yang bernama Aswin dan Imam yang menjadi ABK dari kapal naas tersebut.

Kabasarnas memerintahkan Kapal RB Basarnas menjemput dan menolong dua ABK dan para imigran gelap itu. "Pertolongan di sini hanya sebatas peran Basarnas dalam misi kemanusiaan," katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai upaya penyelesaian "manusia perahu" memerlukan kerja sama bilateral Indonesia dan Australia sekalipun telah ada kerangka kerja sama internasional Bali Process untuk mengatasi penyelundupan manusia.