“Kami telah mengadvokasi para pemilik proyek untuk mulai memberikan pelatihan tentang sensitivitas ragam disabilitas pada semua pihak yang terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur, utamanya bagi arsitek yang bertugas merancang dan mendesain infrastruktur,” kata Komisioner Komisi Nasional Disabilitas Rachmita Maun Harahap pada gelar wicara bertajuk “Placemaking Ramah Disabilitas” di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat. Pasalnya, penyandang disabilitas memiliki keterbatasan yang berbeda-beda, mulai dari keterbatasan fisik, sensorik, intelektual, mental hingga ganda. Ketidakpekaan arsitek terhadap keberagaman disabilitas pada akhirnya hanya menghadirkan desain yang dirancang seolah-olah inklusif, namun berujung kembali pada pengucilan kaum disabilitas dari kehidupan publik serta penambahan beban mereka ketika mengakses ruang publik. Sebagai contoh, ia menyebutkan bagian trotoar sudah seharusnya memiliki jalur pemandu (guiding block) berwarna kuning bagi disabilitas penglihatan sekaligus jalur sirkulasi (ramp) bagi disabilitas dengan kursi roda, namun kenyataannya kerap kali bertabrakan satu sama lain. Berkaca dari contoh nyata tersebut, ia mengingatkan setiap pembangunan infrastruktur sudah seharusnya dapat mengakomodasi beragam keterbatasan tersebut agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dan berinteraksi dengan aman dan nyaman di ruang publik. Untuk itulah, para arsitek masa kini harus memiliki kepekaan terhadap keberagaman disabilitas, mengingat hak partisipasi disabilitas di ruang publik telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Baca juga: KND tekankan perencanaan desain inklusif harus libatkan disabilitas
Baca juga: KND sarankan pengarusutamaan desain inklusif pada layanan publik
Baca juga: KND: Desain inklusif kunci partisipasi disabilitas di ruang publik