Jakarta (ANTARA News) - Pukul 10.30 pagi sudah ada tiga pria yang berdiri di depan warung gado-gado Bon Bin di Jalan Cikini IV No. 5, Jakarta, Jumat (20/9) lalu.

"Biasanya mah jam 10.00 juga udah buka, ini tumben banget masih nutup," kata Samadi (50), satu dari tiga pria yang menunggu warung gado-gado itu buka.

Tidak lama kemudian seorang pria keluar lalu buru-buru mengangkat kayu penutup warung makan, memperlihatkan etalase kaca dengan tulisan "Gado-Gado Bon Bin Sejak Tahun 1960".

Di dalam kios, dua perempuan sibuk membereskan susunan bangku dan memindahkan baskom-baskom berisi sayuran.

Warung makan itu terlihat sederhana. Lantainya yang merah marun sudah mengusam. Meja-meja putihnya sudah menguning. Kursi-kursi lipatnya juga berderit ketika diduduki.

Tembok warung yang kuning memudar tertutup tumpukan kardus kerupuk. Beberapa bingkai kusam berisi artikel makanan tergantung di beberapa sisi.

Lantas apa yang bisa diharapkan dari warung gado-gado ini?

Si pria pembuka warung, yang adalah pemilik warung gado-gado Bon Bin, menuangkan dua centong bumbu kacang ke atas tumpukan sayuran lalu menutupnya dengan emping, bawang goreng dan kerupuk.

Tanpa menggunakan nampan, pemilik warung yang bernama Hadi Wijaya (60) mengantarkan tiap piring gado-gado pesanan ke meja pelanggan.

Dan gambaran warung yang sederhana langsung hilang ketika tangan mengangkat sendok dan garpu dari piring berisi gado-gado.

Bau kacang yang khas bercampur aroma pedas sambal yang disajikan terpisah membuat tangan segera menyendok tumpukan kangkung, tauge, irisan mentimun, tahu dan kentang bercampur bumbu di piring.

Rasa bumbu kacang gado-gado itu tidak lekas hilang ketika tertelan, meninggalkan rasa gurih bercampur pedas dan sedikit asam di lidah.

Mengunyah kentang rebus, tahu goreng atau kuning telur dengan baluran bumbu kacang dalam gado-gado itu menimbulkan keinginan untuk memakannya lagi dan lagi.

Apalagi kangkung, tauge, dan kacang panjang rebusnya juga segar.

Potongan lontong yang disajikan bersama gado-gado cukup besar sehingga perlu dibelah dua-tiga bagian supaya bisa masuk ke mulut. Teksturnya kenyal dan cenderung padat sehingga cepat mengenyangkan.

Sambil melayani seorang pelanggan perempuan yang memesan tujuh bungkus gado-gado Hadi Wijaya menjelaskan keistimewaan bumbu kacangnya.

"Kita punya bumbu itu kacangnya enggak digoreng pakai minyak, tapi disangrai," kata Hadi, yang sejak 43 tahun lalu melanjutkan usaha gado-gado ibunya.

Menurut dia, kualitas kacang sangat menentukan rasa ketika sudah diolah karena itu dia tidak sembarangan menggunakan kacang tanah untuk bumbu gado-gado.

"Kacangnya harus kelas satu, biasanya kacang Tuban atau Vietnam. Kulit arinya juga dibersihkan dulu, coba deh pasti beda rasanya," kata Hadi sembari mengantarkan pesanan ke meja nomor 8.

Rasa bumbu kacang gado-gado khas itu bisa dinikmati di warung gado-gado Bon Bin yang ada di jalan Cikini IV atau di Kopi Tiam Oey Sabang saat makan siang.

Hadi sebenarnya ingin membuka banyak cabang warung gado-gado Bon Bin, tapi ia khawatir rasa khas dari resep keluarganya akan berbeda jika ditangani oleh orang lain.

"Pengennya sih kayak KFC ada dimana-mana, tapi soal rasa saya takut jadi beda-beda, ini racikan keluarga," katanya.

Selain gado-gado, warung Hadi juga menyediakan asinan, yang juga cukup laris karena rasa khas bumbu kacangnya.

Seporsi gado-gado Bon Bin dijual seharga Rp25 ribu dan lontongnya Rp2 ribu.

Sekali makan di warung itu bisa menghabiskan Rp 32 ribu. Cukup mahal jika dibandingkan dengan harga gado-gado di warung lain yang satu porsi biasanya hanya belasan ribu rupiah.

Tapi harga tersebut tidak jadi masalah bagi para pembeli setia gado-gado Bon Bin. Mereka menganggapnya sebanding dengan rasanya.

Menurut Ratna Sari (31), pegawai bank di sekitar Cikini yang membeli tujuh bungkus gado-gado, rasa gado-gado Bon Bin khas sehingga wajar kalau harganya sedikit lebih mahal.

"Di sini ada tiga sampai empat warung, tapi ini yang paling enak buat saya. Wajar aja sih, sebanding sama rasanya," kata Ratna.

Samadi, yang menikmati seporsi gado-gado di warung dan memesan dua bungkus untuk istri dan anaknya di rumah, juga beranggapan demikian.

"Saya dari Rawamangun cuma cari gado-gado ya karena enak," kata Samadi, yang mengaku bisa dua sampai tiga kali dalam sepekan menikmati gado-gado Bon Bin.