Jakarta (ANTARA News) - Suara decitan ban yang beradu dengan aspal serta asap dan bau karet terbakar jadi pemandangan yang lumrah dua hari belakangan di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013. Tak heran, ajang balapan ikut memeriahkan festival motor terbesar di Indonesia ini.

Balapan kali ini berbeda dengan yang sudah-sudah. Kalau biasanya panitia menggelar acara slalom, adu kecepatan melintasi rintangan dan drift, adu ketepatan dalam membelokkan kendaraan, tahun ini IIMS dimeriahkan dengan Gymkhana Race War.

Gymkhana sendiri adalah adu kecepatan dan ketepatan atau paduan antara slalom dengan drift. Pembalap harus tepat dan cepat dalam melintasi rintangan. Tepat karena masing-masing peserta diminta untuk melakukan aksi di tiga titik tanpa cela dan harus dilakukan secara cepat.

Menurut Wakil Ketua Panitia Gymkhana Race War, Dudi P. Zarius, pelaksanaan balapan kali ini memang berbeda. Pemilihan jenis balapan ini, akunya karena pihaknya hanya diberikan lahan yang tidak seberapa.

"Dibandingkan dengan drift dan slalom, Gymkhana ini memang tidak butuh lahan yang besar. Ajang IIMS juga makin besar dan kami hanya diberi lahan sedikit," katanya.

Enam puluh peserta bersiap di masing-masing pit stop yang berada tak jauh dari arena aoutdoor IIMS 2013. Mereka bersiap untuk mempertaruhkan gelar juara di balapan Gymkhana terbesar pertama di Indonesia serta hadiah puluhan juta.

Karena Gymkhana merupakan gabungan dari teknik slalom dan drifting, Dudi merasa bijaksana menggelar acara ini sehingga bisa mengakomodasi para pembalap slalom dan drifter sekaligus.

"Semua terakomodasi, tapi dengan lahan yang tidak terlalu besar," katanya.

Tidak hanya itu, ajang ini juga bisa sekaligus mengenalkan serta mempromosikan Gymkhana kepada khalayak. Dia menyebutkan bahwa selama ini, warga Indonesia hanya mengenal balapan slalom dan drifting. Padahal, lanjutnya, gymkhana lebih populer dibandingkan slalom.

"Pembalap luar itu mereka lebih menerima gymkhana," katanya.

Hal yang serupa juga diamini oleh salah satu pembalap perempuan yang ikut kompetisi Gymkhana Race War, Alinka Hardianti. Mahasiswa di Universitas Pelita Harapan tersebut menyebutkan bahwa belum banyak ajang internasional Gymkhana yang bisa diikuti oleh pembalap Indonesia.

"Karena di Indonesia memang belum dikenal," katanya.

Pembalap yang menggunakan Toyota Etios bernomor body 18 tersebut mengaku bahwa balapan, baik gymkhana, slalom maupun drifting di Indonesia belum mendapat perhatian dari pemerintah.

Tidak hanya kesulitan biaya saat harus membawa mobil ke lokasi pertandingan internasional, namun juga urusan perizinan membawa atau pun memasukkan mobil dari dan ke dalam Indonesia.

"Izin mobilnya susah dan lama keluarnya. Padahal pertandingan balapan itu ada jadwal yang terorganisir," katanya.

Dia berharap pemerintah serta pabrikan otomotif di Indonesia bisa memberikan dukungan terhadap cabang olahraga balapan ini.

"Jadi, kalau ada balapan Indonesia juga diajak jadi peserta, atau bisa saja Indonesia yang jadi tuan rumahnya," katanya.