LIPI promosikan pencadangan air gunakan sistem simbat
26 September 2013 19:27 WIB
ilustrasi Keramba Apung Waduk Darma Seorang petambak melintas di sekitar keramba apung yang terpasang di Waduk Darma, Kuningan, Jawa Barat, Senin (2/9). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Bengkulu (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempromosikan pencadangan air tanah di Indonesia menggunakan sistem Simpanan dan Imbuhan Buatan Untuk Air Tanah.
"Melalui teknologi ini yang disingkat Simbat ini, masyarakat dapat membantu menambah cadangan air tanah terutama di daerah yang rawan kekeringan air," kata Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo saat seminar tentang "Sumur Simpanan Air" dalam LIPI Expo 2013 di Bengkulu, Kamis.
Ia mengemukakan selain berguna untuk menambah persediaan air tanah, sistem itu juga dapat mengurangi potensi banjir dan pencegahan intrusi air asin dari laut ke daratan.
Dia mengatakan teknologi Simbat juga dapat menaikkan posisi muka air tanah dan berfungsi sebagai penjagaan sumber daya air di bumi.
"Sejauh ini posisi muka air tanah di beberapa kota besar, terutama Jakarta, semakin menurun karena besarnya jumlah penggunaan serta air yang dialirkan tidak dicadangkan ke dalam tanah," katanya.
Sistem Simbat adalah sistem penyimpanan air hujan dengan menyalurkannya ke tampungan yang memiliki sumur imbuhan.
Air yang tertampung di sumur imbuhan akan dialirkan ke saluran air alami bawah tanah (aquifer) melalui pipa injeksi dengan kedalaman sekitar delapan meter.
"Investasi untuk pembuatan sistem Simbat ini sekitar Rp2 juta sampai Rp3 juta bagi ukuran rumah tangga untuk penggunaan seumur hidup," kata Edi.
Peneliti mengatakan pengguna sistem Simbat hanya tinggal membersihkan kasa dan ijuk yang ditanam di dalam sumur imbuhan selama dua bulan sekali, untuk menghindari sumbatan air masuk ke pipa injeksi.
Dia mengatakan dengan memanfaatkan teknologi Simbat maka masyarakat dapat mengalirkan air hujan ke cadangan air tanah sekitar 85 persen.
"Jika menggunakan ruang terbuka hijau tanpa sumur resapan maka air yang terserap ke dalam saluran air tanah hanya sekitar 16 persen dari total air hujan," kata Edi.
Ia mengimbau agar masyarakat dan instansi pemerintah dapat menerapkan penggunaan sistem Simbat untuk melindungi cadangan air tanah.
"Air adalah barang berharga dan akan semakin langka serta mahal. Oleh karena itum mari tingkatkan konservasi sumber daya air," kata Edi.
(B019/M029)
"Melalui teknologi ini yang disingkat Simbat ini, masyarakat dapat membantu menambah cadangan air tanah terutama di daerah yang rawan kekeringan air," kata Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo saat seminar tentang "Sumur Simpanan Air" dalam LIPI Expo 2013 di Bengkulu, Kamis.
Ia mengemukakan selain berguna untuk menambah persediaan air tanah, sistem itu juga dapat mengurangi potensi banjir dan pencegahan intrusi air asin dari laut ke daratan.
Dia mengatakan teknologi Simbat juga dapat menaikkan posisi muka air tanah dan berfungsi sebagai penjagaan sumber daya air di bumi.
"Sejauh ini posisi muka air tanah di beberapa kota besar, terutama Jakarta, semakin menurun karena besarnya jumlah penggunaan serta air yang dialirkan tidak dicadangkan ke dalam tanah," katanya.
Sistem Simbat adalah sistem penyimpanan air hujan dengan menyalurkannya ke tampungan yang memiliki sumur imbuhan.
Air yang tertampung di sumur imbuhan akan dialirkan ke saluran air alami bawah tanah (aquifer) melalui pipa injeksi dengan kedalaman sekitar delapan meter.
"Investasi untuk pembuatan sistem Simbat ini sekitar Rp2 juta sampai Rp3 juta bagi ukuran rumah tangga untuk penggunaan seumur hidup," kata Edi.
Peneliti mengatakan pengguna sistem Simbat hanya tinggal membersihkan kasa dan ijuk yang ditanam di dalam sumur imbuhan selama dua bulan sekali, untuk menghindari sumbatan air masuk ke pipa injeksi.
Dia mengatakan dengan memanfaatkan teknologi Simbat maka masyarakat dapat mengalirkan air hujan ke cadangan air tanah sekitar 85 persen.
"Jika menggunakan ruang terbuka hijau tanpa sumur resapan maka air yang terserap ke dalam saluran air tanah hanya sekitar 16 persen dari total air hujan," kata Edi.
Ia mengimbau agar masyarakat dan instansi pemerintah dapat menerapkan penggunaan sistem Simbat untuk melindungi cadangan air tanah.
"Air adalah barang berharga dan akan semakin langka serta mahal. Oleh karena itum mari tingkatkan konservasi sumber daya air," kata Edi.
(B019/M029)
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013
Tags: