Jakarta (ANTARA) - Praktisi pasar modal Hans Kwee mengatakan pasar saham Indonesia akan semakin rally (naik signifikan) setelah nantinya bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed memangkas tingkat suku bunga acuannya.

"Market akan lebih rally lagi ketika Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga. Jadi, sekarang pasar cuma menantikan potensi penurunan tingkat suku bunganya," ujar Hans saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Rabu.

Ia memperkirakan The Fed masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di level 5,25- 5,5 persen dalam The Federal Open Market Committee (FOMC) terdekat pada 19- 20 Maret 2024 mendatang.

Seiring dengan itu, menurutnya, Bank Indonesia (BI) juga masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di level 6 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa (20/2/2024) dan Rabu ini.

"Pasar ekspektasi bahwa Federal Reserve itu masih akan menahan suku bunga. Dan, kalau The Fed belum menurunkan suku bunga, kita pikir BI belum bisa menurunkan suku bunga acuannya," ujar Hans.

Ia menjelaskan alasan The Fed masih akan menahan tingkat suku bunga acuannya, di antaranya karena data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS meningkat 0,3 persen pada Januari 2024, setelah naik 0,2 persen pada Desember 2023.

Secara tahunan, CPI meningkat 3,1 persen pada Januari 2024, menyusul kenaikan 3,4 persen pada Desember 2023.

Kemudian, data penjualan ritel AS tercatat turun dari sebelumnya 0,4 persen menjadi minus 0,8 persen, sehingga pasar berspekulasi akan ada harapan bank sentral AS melakukan pemangkasan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.

Pada Kamis (22/2/2024) ini, bank sentral AS The Fed akan merilis risalah rapat Federal Open Market Committee atau FOMC Minutes, yang diharapkan bisa menjadi petunjuk bagi pasar mengenai kebijakan The Fed ke depan, terutama mengenai kapan pemangkasan suku bunga.

Baca juga: IHSG melemah ikuti bursa kawasan Asia dan global
Baca juga: IHSG ditutup menguat seiring bank sentral China pangkas suku bunga
Baca juga: OJK: Pasar saham Indonesia menguat di tengah perlambatan ekonomi dunia