Padang (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Gusti Muhammad Hatta menargetkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sirine peringatan dini tsunami di Indonesia bisa rampung pada akhir Desember 2013.

"Agar konsumen tidak rugi dan kecewa, ini (sistem peringatan dini tsunami) kita garap terus, supaya benar-benar bagus saat diproduksi," kata Menristek usai acara Gala Dinner, Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional ke-XV di hotel Grand Inna Muara, kota Padang, Rabu malam.

Alat tersebut merupakan inisiatif masyarakat di Kabupaten Bantul, Yogyakarta yang telah melakukan inovasi dengan membuat sirine sistem peringatan dini tsunami.


Selain dibuat oleh masyarakat lokal, komponen alat itu juga diambil dari bahan lokal sehingga bisa dikerjakan dengan mudah tanpa ketergantungan dengan negara luar. Hasil inovasi ini diharapkan dapat dijadikan industri dan digunakan oleh daerah rawan tsunami lainnya di Indonesia.

Menurut Menristek riset SNI untuk alat itu hingga kini masih dalam tahap akhir. Nantinya alat tersebut dapat digunakan di seluruh daerah pesisir pantai di Indonesia sehingga dapat meminimalisir korban jika terjadi gempa yang berpotensi tsunami.

Akan tetapi, Gusti masih belum bisa memastikan harga alat tersebut per unit nya. "Perbandingannya kalau di luar negeri Rp 100 juta di sini bisa dijual 40 juta," katanya.

Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial (BIG) yang dirilis Kemenristek, Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 104 ribu kilometer sejak 2006. Indonesia merupakan negara keempat yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia. Para ahli memperkirakan, sekitar 52 ribu kilometer rawan tsunami.

Sirine buatan lokal tersebut mempunyai radius daya pancar sekitar 200 meter sehingga diperlukan sekitar130 ribu unit sirine di sepanjang pantai Indonesia yang rawan tsunami. Sementara SNI diperlukan agar sistem sirine sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi lokal sehingga kebutuhan sistem sirine yang besar dapat dipenuhi dari industri dalam negeri.