Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VI DPR-RI, Airlangga Hartarto mendesak pemerintah agar kerjasama antara konsorsium perusahaan Jepang, Nippon Asahan Alumina (NAA) dengan PT Inalum (Indonesia Asahan Alumunium) diakhiri saja dan diambil alih oleh pemerintah Indonesia.

"Saya kira, BUMN kita mampu mengelola inalum, jadi kerjasama dengan perusahaan asing dihentikan saja," kata Airlangga kepada wartawan di Senayan, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut Airlangga menjelaskan sesuai kontrak antara kedua belah pihak, kerjasama tersebut berakhir 31 Oktober 2013 ini. Karena itu tambah Airlangga sebaiknya, PT Inalum diambil oleh oleh Indonesia.

Menurut Airlangga, penghentian kerjasama tersebut harus segera dilakukan, karena sesungguhnya pemerintah Indonesia mampu melakukan smelting Inalum serta mampu melakukan pendalaman struktur untuk pembangunan refinery (kilang) bouxit, guna memproduksi alumina dalam rangka mengurangi ketergantungan impor bahan baku inalum.

Selain itu, tambahnya, seharusnya ketegasan Indonesia dalam menyelesaikan kontrak Inalum bisa juga dilaksanakan untuk kontrak sejenis di industri migas. Dengan demikian BUMN-BUMN di Indonesia bisa mandiri dan produksi dalam negeri bisa diandalkan.

"Kalau BUMN bisa berproduksi dengan baik, maka kita tidak tergantung lagi pada impor," kata Airlangga.

Tentang kekhawatiran sebagian kalangan, bahwa Inalum tidak dapat dimiliki Indonesia 100 persen dalam waktu dekat jika perundingan belum mencapai kata sepakat, Airlangga mengatakan, seharusnya PT Inalum tetap akan menjadi milik Indonesia pada 1 November mendatang. Karena sesuai kontrak akan berakhir akhir Oktober.

Saat ini 58,8 persen saham Inalum masih dimiliki Jepang, sedangkan Indonesia menguasai 42 persen.

Namun, kata Airlangga, jika terjadi kebuntuan perundingan maka hal itu dapat diselesaikan dengan melibatkan pihak ketiga yakni arbitrase internasional.

"Yang jelas 1 November 2013 Inalum akan beralih ke Indonesia," katanya.

Seperti diberitakan, negosiasi terkait pengambilalihan PT Inalum dari pihak Jepang sampai saat ini masih terus berlangsung. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa maupun Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan, masih terdapat perbedaan dalam nilai aset dari perhitungan kedua belah pihak.

Menteri Perindustrian MS.Hidayat, mengakui hingga saat ini perundingan antara pemerintah Indonesia dengan konsorsium Jepang terkait besaran nilai buku PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), belum juga mencapai titik temu.

Padahal kontrak kerja sama sudah akan berakhir 31 Oktober 2013 mendatang.
(J004/E001)