Jakarta (ANTARA News) - Sosok Gubernur DKI Joko Widodo dan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi dua tokoh terpopuler dalam perbincangan di media sosial, untuk dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 2014, demikian hasil riset lembaga penelitian perbincangan politik Politicawave.

"Sementara yang paling terendah adalah figur Golkar, Aburizal Bakrie dan Pramono Edhie dengan persentase 0,58 persen," kata Direktur Politicawave Yose Rizal di Jakarta pada Selasa.

Joko Widodo, akrab disapa Jokowi, dengan Jusuf Kalla meraih kuantitas tertinggi dengan persentasi 16 persen dalam 3.994.528 percakapan dengan pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 80 juta orang.

Sementara, pengguna aktif yang konsisten membicarakan politik dan nama-nama calon presiden mencapai 1.156.874 orang, kata Yose.

Nama Joko Widodo juga, ujar Yose, merajai perbincangan di media sosial pada 31 propinsi, kecuali dua propinsi lainnya yakni Kalimantan Timur dan Maluku. Di dua propinsi tersebut, ketokohan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud M.D dan Menteri BUMN Dahlan Iskan telah menyaingi Jokowi.

Yose menjelaskan perbincangan mengenai Jokowi selalu terstimulasi dengan beragam isu yang muncul setiap bulan, tidak hanya isu permasalahan propinsi DKI Jakarta dan isu politik. Dalam penelitian Politicawave, nama Jokowi melambung di media sosial ketika, mantan Walikota Surakarta, itu datang menghadiri konser band Metallica pada Agustus lalu.

Di posisi kedua, duet Jokowi dengan Prabowo muncul dengan persentase 10,17 persen, kemudian Jokowi-Aburizal Bakrie meraih 3,7 persen.

Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia Ade Armando mengatakan hasil survei dari media sosial patut menjadi pertimbangan penting oleh setiap figur politik, karena setiap konten yang diperbincangkan di media sosial dapat mempengaruhi pemberitaan media massa, begitu juga sebaliknya.

"Media sosial didominasi kelas menengah, tidak menyeluruh, namun bukan berarti itu menjadi alasan untuk mengabaikan pengaruh media sosial, karena suara kelas menengah itu sangat kencang dan mempengaruhi media massa," ujarnya.

Bahkan, Ade mengatakan jika Jokowi muncul sebagai calon presiden pada saat ini, kader PDI-P itu sudah dapat dipastikan akan memenangi pemilu.

"Potong leher saya jika Jokowi kalah, jika dia maju saat ini," ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik Charta Politica, Yunarto Wijaya, mengatakan hasil survei dari media sosial sebaiknya tidak digunakan sebagai alat ukur utama karena dapat saja membuat malas para kandidat untuk terjun langsung mengenal masyarakat.

Yunarto menekankan yang dibutuhkan masyarakat adalah pemimpin yang diketahui dan mengetahui secara komprehensif antara satu sama lain antara rakyat dan pemimpin.

Namun dia mengakui media sosial memang mampu mendekontruksi citra setiap figur politik, bahkan menghabiskan karir politik seseorang.

"Jika seseorang dibenci di media sosial, bisa dikatakan habis dia," jelasnya. (I029)