Mataram (ANTARA) - Guru Besar Universitas Mataram di bidang ilmu hukum Profesor Zainal Asikin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi terhadap kasus dugaan korupsi pada Bank Nusa Tenggara Barat Syariah yang kini berada dalam penanganan aparat kepolisian dan kejaksaan di daerah tersebut.

"Intinya saya akan ke KPK jika APH (aparat penegak hukum) di NTB tidak memberikan respon atas laporan saya secara cepat dan tepat. Laporan ini tujuannya supaya KPK melakukan supervisi," kata Asikin di Mataram, Senin.

Dia memastikan upaya itu dengan menyatakan bahwa dirinya telah menyiapkan seluruh dokumen yang berkaitan dengan dugaan korupsi pada Bank NTB Syariah. Dokumen tersebut akan disampaikan ke komisi antirasuah.

"Jadi, semua dokumen sudah saya siapkan untuk berangkat ke KPK," ujarnya.

Terkait dengan perkembangan laporan yang masuk di Polda NTB dan kejaksaan, Asikin mengaku belum menerima panggilan sebagai pelapor.

"Saya belum dimintakan keterangan. Mungkin laporan saya itu sudah dianggap cukup lengkap dengan bukti tertulis sehingga tidak perlu harus ada keterangan lisan," ucap dia.

Meskipun demikian, dia memastikan bahwa dirinya terus memantau perkembangan penanganan laporan.

"Tentu, saya pantau terus proses hukum ini. Jika berjalan secara cepat, maka saya tidak perlu ke KPK," kata Asikin.

Sementara, Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Rio Indra Lesmana yang dikonfirmasi perihal laporan tersebut mengaku belum menerima tanggapan dari pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB.

"Saya sudah upayakan (minta tanggapan), tapi enggak juga ada tanggapan sampai sekarang," kata Rio.

Sedangkan, untuk laporan yang masuk di Kejati NTB, Efrien Saputera sebagai juru bicara mengakui bahwa pihaknya sudah menanggapi dengan melakukan klarifikasi awal terhadap pihak Bank NTB Syariah.

"Untuk hari ini ada lima orang dari Bank NTB Syariah yang diklarifikasi terkait laporan itu," ujarnya.

Asikin dalam laporan menyampaikan adanya dugaan korupsi pada Bank NTB Syariah yang berkaitan dengan penyaluran kredit dan pekerjaan 13 proyek fisik.

Kredit yang bermasalah muncul berdasarkan temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB. Untuk proyek fisik berkaitan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Dari dua indikasi pidana tersebut muncul dugaan korupsi dengan nilai total 26,4 miliar.