Jakarta (ANTARA) - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berkomitmen untuk terus memastikan para pelaku perdagangan surat utang dan sukuk di Indonesia dapat memperoleh manfaat yang optimal dari Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA).

Direktur BEI Jeffrey Hendrik di Jakarta, Senin, menyebutkan BEI memberlakukan perubahan peraturan perdagangan efek melalui SPPA yang telah disesuaikan bersamaan dengan peluncuran versi baru SPPA.

"Pada SPPA versi baru ini terdapat peningkatan kapabilitas sistem, serta penambahan fitur agar proses perdagangan menjadi lebih akurat dan efektif bagi para pengguna jasa," ujar Jeffrey.

Ia melanjutkan, peningkatan kapabilitas SPPA kali ini mencakup penyediaan pengaturan batasan nilai minimum trading limit (enhanced counter party limit), acuan harga perdagangan, koreksi dan pembatalan transaksi yang dilakukan langsung melalui SPPA.

Selain itu, juga penyempurnaan rekaman aktivitas transaksi yang lebih komprehensif dan dapat terintegrasi dengan sistem administrasi serta dealer system pengguna jasa SPPA.

“SPPA telah didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia, mulai dari penyediaan layanan perdagangan Over The Counter (OTC) sampai dengan perdagangan melalui order book. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dan efisiensi perdagangan EBUS Indonesia,” ujar Jeffrey.

BEI merupakan satu-satunya penyelenggara sistem perdagangan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) di pasar sekunder Surat Utang Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif.

Lebih lanjut, Jeffrey menyebut BEI senantiasa berdiskusi dan mendengarkan masukan dari para pelaku pasar EBUS, Dealer Utama, dan Asosiasi terkait seperti Perhimpunan Pedagang Surat Utang (Himdasun) untuk terus menyempurnakan kemampuan SPPA dan meningkatkan kenyamanan penggunaan SPPA dalam bertransaksi Surat Utang.

Ia mengungkapkan, perdagangan Surat Utang Negara (SUN) melalui SPPA terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari sisi trading value serta market share.

Sampai saat ini, terdapat 33 pelaku pasar EBUS Indonesia, yang sudah menjadi Pengguna Jasa SPPA dan berhasil membukukan transaksi senilai Rp139 triliun sepanjang tahun 2023, atau meningkat 12 persen year on year (yoy) dibandingkan tahun 2022.

"Hal ini tentunya didukung oleh peran SPPA yang membuat perdagangan EBUS menjadi lebih efisien karena langsung terhubung dengan Sistem Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE) dan lebih efektif karena perdagangannya mengakomodasi mekanisme multilateral matching sampai dengan bilateral negotiation," ujar Jeffrey.

Jeffrey mengatakan saat ini SPPA juga merupakan platform terpilih untuk menjadi Infrastruktur Perdagangan Dealer Utama SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

“Pembaruan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan aktivitas transaksi dealer utama di SPPA, sehingga dapat meningkatkan likuiditas dan price discovery SUN dan SBSN Benchmark melalui SPPA” ujar Jeffrey.

Dengan sistem yang lebih andal melalui pembaruan ini, Ia berharap SPPA BEI dapat menyelenggarakan perdagangan EBUS di pasar sekunder secara teratur, wajar, dan efisien.

Ke depan, Ia juga berharap seluruh pelaku pasar Surat Utang dapat bergabung menjadi Pengguna Jasa SPPA untuk mendapatkan likuiditas, price discovery, dan efisiensi yang lebih baik dari perdagangan EBUS di Indonesia.

"BEI berkomitmen untuk terus meningkatkan peran SPPA serta melengkapi ekosistem Perdagangan EBUS di Indonesia sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas Pelaku Pasar EBUS. Demikian untuk diketahui publik," ujar Jeffrey.


Baca juga: BEI kembangkan potensi bursa karbon untuk tarik 50 pengguna tambahan
Baca juga: IHSG diprediksi variatif seiring pasar "wait and see" RDG BI
Baca juga: BEI cabut notasi khusus Antam setelah menang gugatan PKPU