Jakarta (ANTARA) - Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta mengelola air hujan menggunakan pendekatan lingkungan yakni dengan memperluas ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB) dalam rangka memperkuat cadangan air.

"Itu yang kita kejar dengan berbagai upayanya, menyeimbangkan ruang terbuka biru dan hijau serta menciptakan ruang terbuka multi fungsi hijau biru (creating a multifunctional blue green public space),“ kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth Tarigan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Elisabeth mengatakan RTB diarahkan dapat mengakomodasi empat pilar pengelolaan air di Jakarta, agar air yang mengalir ditahan lebih lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Adapun salah satu subkategori RTB yang menjadi fokus utama penerapan solusi berbasis alam (SBA) adalah pembangunan waduk yang memperhatikan konsep infrastruktur hijau.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengembangkan rencana induk (masterplan) ruang terbuka biru (RTB) secara komprehensif salah satunya mengusung implementasi penyediaan ruang simpan air dan RTH multifungsi.

RTH multifungsi merupakan konsep pengembangan fungsi RTH untuk dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk fungsi penyimpanan air sementara atau detensi terutama saat curah hujan tinggi terjadi.

Sementara itu, dalam upaya peningkatan pengelolaan air di Jakarta, termasuk mitigasi banjir, Deputy Programme Director on Climate, Energy, Cities, and the Ocean World Resources Institute (WRI) Indonesia, Almo Pradana mengatakan melalui kemitraan bersama Dinas SDA DKI Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan Cities4Forest mendorong penerapan dan integrasi SBA, serta inventarisasi gas rumah kaca (GRK) melalui pohon, pepohonan, dan RTH.

Menurut dia upaya ini juga untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat, pelestarian alam dan ketangguhan iklim.

"Perlu langkah konkret yang dapat didorong untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di Jakarta sebesar 50 persen pada 2030, sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon," jelas Almo.

Sebelumnya, WRI Indonesia meluncurkan studi komprehensif SBA tentang mitigasi banjir dan inventarisasi GRK dalam acara "Diskusi Integrasi Solusi Berbasis Alam dalam Strategi Pengelolaan Air dan Penurunan gas Rumah Kaca" di Jakarta pada 12 Februari 2024.

Ada pun studi inventarisasi GRK melalui pohon dan pepohonan kota dilatarbelakangi oleh kebutuhan Jakarta melalui Dinas LH dalam menentukan aksi iklim yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan Jakarta.

Sebagai langkah adaptasi iklim, pohon perkotaan (urban trees) dan pohon di luar kawasan hutan seperti pohon (single tree) atau pepohonan yang berada di jalur hijau, sepadan sungai, taman kota, dan di ruang hijau lainnya berfungsi sebagai penyerap air yang akan mengurangi volume dan kecepatan air yang melimpas, mengurangi potensi banjir, dan mengurangi dampak pencemaran udara.

“Studi yang dilakukan oleh WRI Indonesia menjadi salah satu poin bagi kita untuk meningkatkan inventarisasi emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta, khususnya sektor forest and land use ( FOLU) karena banyak sekali pohon-pohon di dalam atau sekitar kota, seperti pekarangan rumah, jalur hijau, yang belum masuk dalam perhitungan,” ujar Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Helmi Zulhidayat.
Baca juga: Heru bersama Kadin DKI tanam pohon dan tebar benih ikan di Jagakarsa
Baca juga: Dinas SDA DKI rekomendasikan tangki septik ideal untuk rumah tangga
Baca juga: SDA DKI: Tangki septik komunal solusi atasi buang air sembarangan