Solo (ANTARA News) - Budayawan yang juga pemimpin Padepokan Lemah Putih Kabupaten Karanganyar Suprapto Suryodarmo mengemukakan pentingnya masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan menghidupkan pewarisan legenda kepada generasi muda, sebagai bagian pembentukan karakter bangsa.

"Legenda itu menyimpan kekuatan `local genius`, sarat dengan pesan hal-hal yang baik dan buruk, sebagai pendidikan nilai kepada masyarakat, termasuk generasi muda bangsa," katanya di sela menyaksikan hari kedua Solo International Performing Arts 2013 di Solo, Sabtu (21/9) malam.

Solo International Performing Arts berlangsung 20-22 September 2013 di Benteng Vasternburg Kota Surakarta dengan mengangkat tema besar "The Legend, History of World Culture" diikuti 16 delegasi berasal dari dalam dan luar negeri.

Selama ini, kata dia, justru orang luar negeri yang sering mengungkap legenda bangsa Indonesia. Karya mereka itu membuat masyarakat terperanjat.

"Mengapa tidak kita sendiri, tidak bisa mengangkat nilai tradisi dan budaya," katanya.

Selain itu, menurut dia, masyarakat Indonesia seringkali justru terpikat oleh legenda bangsa lain yang dikemas menarik dan secara terkini menggunakan kemajuan teknologi.

Ia mengatakan semakin lama legenda telah digantikan peranannya oleh produkkemajuan teknologi sehingga menjadi legenda baru.

"Kita terjebak, berusaha untuk melakukan perubahan, sementara secara tradisi, banyak legenda di masyarakat, akan tetapi kita tidak mampu lagi mengetahui dan mengangkat," katanya.

Menurut dia, pentingnya usaha membangun kepercayaan diri masyarakat agar mampu mengungkap legenda dan mengupayakan pewarisan kepada generasi muda.

Pada kesempatan itu, ia mengapresiasi panitia SIPA yang mengangkat tema tersebut melalui pergelaran kelima pada 2013.

"Yang penting itu pengembangannya, mengungkap latar belakang suatu legenda, karena di situ terkandung nilai dan karakter bangsa," katanya.

Animo kuat

Ketua SIPA 2013 Irawati Kusumorasri mengatakan anima masyarakat cukup kuat terhadap pergelaran tersebut.

"Bisa kami klaim, tidak kurang dari 10.000 sampai 12.000 penonton ingin menyaksikan SIPA dan angka tersebut cukup bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Untuk memberi kesempatan masyarakat sebanyak-banyaknya menyaksikan pergelaran itu dan menghindari jual beli tiket gratis oleh calo, pihaknya memutuskan meniadakan sistem tiket gratis mulai Sabtu (21/9) hingga hari terakhir SIPA, Minggu.

Ia menjelaskan sistem tiket gratis sesungguhnya sebagai bagian riset skala kecil pihaknya, guna mengukur animo masyarakat terhadap SIPA. Akan tetapi, saat hari pertama pergelaran itu, terjadi praktif jual beli tiket oleh calo dengan harga bervariasi antara Rp10.000-Rp20.000 per lembar.

Hari kedua pergelaran SIPA, berupa pementasan antara lain Tarian "Cantonese Girlish Charm" (Zhuhai Hansheng Art China), "Ulak Kusedenge" (Sanggar Lungun Yogyakarta), "The Rite of Spring" (Dance Theater Ludens Jepang), "K-Wind" (Noreum Machi Korea Selatan), "Ronggeng Manis" (Pring Serentet Banyumas), dan wayang ajen dengan lakon "Jaya Perbangsa" (Ki Dalang Wawan Ajen, Jawa Barat).

(M029/M008)