Untuk faktor genetik, ia menerangkan individu yang memiliki keluarga atau orang tua dengan riwayat gangguan jiwa lebih rentan mengalami kondisi yang sama. Namun begitu, ia mengingatkan tidak semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) akan menurunkan gangguan tersebut pada anggota keluarganya.
“Genetik itu kecenderungan, bukan pasti ada ya, maksudnya kalau sudah ada genetik itu potensi untuk memiliki gangguan jiwa lebih besar. Tapi jangan lupa dengan proses belajar individu yang bisa mempengaruhi proses pewarisan itu,” kata Ella di Surabaya, Kamis malam.
Jika proses belajar berjalan dengan baik, lanjut dia, individu dengan potensi penyakit gangguan jiwa akan mampu mengontrol dan mengelola emosi maupun pikirannya untuk mengatasi masalah sehari-hari layaknya individu lain.
Baca juga: Psikolog klinis: Pahami gejala awal orang dengan gangguan jiwa
Baca juga: Pemkot Bengkulu buka jemput gratis bagi ODGJ pengganggu masyarakat
“Misalnya, anak kecil yang mengalami kekerasan seksual, kalau tidak dirangkul, peristiwa traumatis itu bisa saja mengganggu kejiwaannya pada beberapa tahun mendatang,” ujarnya.
Adapun faktor ketiga yang dapat meningkatkan risiko individu mengalami gangguan jiwa adalah ketidakseimbangan cairan kimia dalam otak. Cairan kimia pada otak ini dikenal sebagai neurotransmitter yang merupakan bahan kimia alami untuk membantu komunikasi antarsel saraf dan memiliki banyak jenis.
Oleh karena itu, Ella menambahkan ada beberapa terapi yang harus dijalani ODGJ agar dapat pulih dan kembali melakukan aktivitas sosial dengan normal.
Baca juga: Panti sosial sayangkan penderita ODGJ masih erat dengan stigma negatif