Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya Ella Titis Wahyuniansari menyebut ada tiga faktor yang menyebabkan individu mengalami gangguan jiwa, mulai dari faktor genetik hingga paparan lingkungan.

Untuk faktor genetik, ia menerangkan individu yang memiliki keluarga atau orang tua dengan riwayat gangguan jiwa lebih rentan mengalami kondisi yang sama. Namun begitu, ia mengingatkan tidak semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) akan menurunkan gangguan tersebut pada anggota keluarganya.

“Genetik itu kecenderungan, bukan pasti ada ya, maksudnya kalau sudah ada genetik itu potensi untuk memiliki gangguan jiwa lebih besar. Tapi jangan lupa dengan proses belajar individu yang bisa mempengaruhi proses pewarisan itu,” kata Ella di Surabaya, Kamis malam.

Jika proses belajar berjalan dengan baik, lanjut dia, individu dengan potensi penyakit gangguan jiwa akan mampu mengontrol dan mengelola emosi maupun pikirannya untuk mengatasi masalah sehari-hari layaknya individu lain.

Namun begitu, ia juga mengingatkan individu tanpa genetik tersebut sewaktu-waktu juga dapat mengalami kondisi gangguan jiwa akibat faktor paparan lingkungan atau peristiwa yang bersifat traumatis, baik pada masa pertumbuhan maupun ketika sudah dewasa.

Baca juga: Psikolog klinis: Pahami gejala awal orang dengan gangguan jiwa

Baca juga: Pemkot Bengkulu buka jemput gratis bagi ODGJ pengganggu masyarakat
Oleh sebab itu, Ella mengingatkan individu yang baru saja mengalami kondisi traumatis sebaiknya mendapat perhatian lebih agar kondisi yang demikian berdampak seminimal mungkin pada kejiwaan yang bersangkutan.

“Misalnya, anak kecil yang mengalami kekerasan seksual, kalau tidak dirangkul, peristiwa traumatis itu bisa saja mengganggu kejiwaannya pada beberapa tahun mendatang,” ujarnya.

Adapun faktor ketiga yang dapat meningkatkan risiko individu mengalami gangguan jiwa adalah ketidakseimbangan cairan kimia dalam otak. Cairan kimia pada otak ini dikenal sebagai neurotransmitter yang merupakan bahan kimia alami untuk membantu komunikasi antarsel saraf dan memiliki banyak jenis.

Oleh karena itu, Ella menambahkan ada beberapa terapi yang harus dijalani ODGJ agar dapat pulih dan kembali melakukan aktivitas sosial dengan normal.

Terapi tersebut terbagi dalam dua kategori, yakni farmakoterapi atau terapi dengan menggunakan obat, baik dilakukan dengan cara injeksi, oral, ataupun inhalasi. Sementara terapi berikutnya ialah psikoterapi untuk memulihkan kehidupan sosial pasien yang sempat terganggu.

Baca juga: Panti sosial sayangkan penderita ODGJ masih erat dengan stigma negatif