Tokoh: Realisasi UU masyarakat adat perlu jadi fokus pemimpin terpilih
15 Februari 2024 18:11 WIB
Arsip foto - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Suku Moi menyajikan sesaji sebelum dilarung di laut pada ritual Egek pada pembukaan Festival Egek yang diadakan di Desa Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Senin (5/6/2023). ANTARA/Sean Filo Muhamad/aa.
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Perkumpulan Generasi Muda (PGM) Malaumkarta Torianus Kalami mengatakan kepastian hukum dalam bentuk undang-undang dan regulasi untuk masyarakat adat dan tanah adat perlu menjadi perhatian bagi pemimpin terpilih dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dihubungi dari Jakarta, Kamis sore, pemuda asli suku Moi yang menghuni Kampung Malaumkarta di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya itu menyoroti masih belum ada undang-undang khusus yang memberikan payung hukum bagi hak masyarakat adat, meski setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden terlihat memiliki janji kampanye mendukung pelestarian lingkungan dan ekonomi hijau.
"Untuk memastikan semua pernyataan atau visi dan misi atau materi debat capres-cawapres, bagi pemahaman saya hanya satu kalau tidak ada regulasi maka itu tidak akan bisa dipegang. Indikator keberpihakan itu adanya regulasi," jelasnya.
Baca juga: Bupati Jayapura: Masyarakat adat di Nusantara butuh kepastian hukum
Baca juga: Pakar: Pelibatan masyarakat adat belum maksimal meski dijamin UU
Secara khusus dia menyoroti RUU Masyarakat Hukum Adat yang masih belum disahkan menjadi undang-undang hingga saat ini. Padahal, keberadaan UU itu penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjadi indikator keberpihakan bagi masyarakat adat yang ada di Indonesia.
"Karena kalau ada keberpihakan hukum maka itu kepastiannya ada," kata Torianus, yang juga menjabat Ketua Unit Pengelola Masyarakat Hukum Adat Malaumkarta .
Regulasi terkait masyarakat adat sejauh ini terpecah berada di beberapa undang-undang dan aturan setingkat menteri, termasuk Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Untuk pengakuan hutan adat salah satunya berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan skema perhutanan sosial. Dalam periode 2016 sampai dengan 2023, pemerintah telah menetapkan 131 SK hutan adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luasan sekitar 244.195 hektare.
Baca juga: Masyarakat adat menunggu kepastian hukum
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Perlu UU untuk jamin terpenuhi hak masyarakat adat
Dihubungi dari Jakarta, Kamis sore, pemuda asli suku Moi yang menghuni Kampung Malaumkarta di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya itu menyoroti masih belum ada undang-undang khusus yang memberikan payung hukum bagi hak masyarakat adat, meski setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden terlihat memiliki janji kampanye mendukung pelestarian lingkungan dan ekonomi hijau.
"Untuk memastikan semua pernyataan atau visi dan misi atau materi debat capres-cawapres, bagi pemahaman saya hanya satu kalau tidak ada regulasi maka itu tidak akan bisa dipegang. Indikator keberpihakan itu adanya regulasi," jelasnya.
Baca juga: Bupati Jayapura: Masyarakat adat di Nusantara butuh kepastian hukum
Baca juga: Pakar: Pelibatan masyarakat adat belum maksimal meski dijamin UU
Secara khusus dia menyoroti RUU Masyarakat Hukum Adat yang masih belum disahkan menjadi undang-undang hingga saat ini. Padahal, keberadaan UU itu penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjadi indikator keberpihakan bagi masyarakat adat yang ada di Indonesia.
"Karena kalau ada keberpihakan hukum maka itu kepastiannya ada," kata Torianus, yang juga menjabat Ketua Unit Pengelola Masyarakat Hukum Adat Malaumkarta .
Regulasi terkait masyarakat adat sejauh ini terpecah berada di beberapa undang-undang dan aturan setingkat menteri, termasuk Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Untuk pengakuan hutan adat salah satunya berada di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan skema perhutanan sosial. Dalam periode 2016 sampai dengan 2023, pemerintah telah menetapkan 131 SK hutan adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luasan sekitar 244.195 hektare.
Baca juga: Masyarakat adat menunggu kepastian hukum
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Perlu UU untuk jamin terpenuhi hak masyarakat adat
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: