Menteri Bahlil tepis pernyataan ketergantungan ekspor nikel ke China
14 Februari 2024 11:53 WIB
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memberi keterangan setelah menggunakan hak suaranya di TPS 04 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2024). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menepis pernyataan terkait ketergantungan Indonesia kepada China selaku mitra dagang dalam melakukan ekspor nikel, dan menegaskan bahwa Indonesia terbuka untuk negara mana pun.
“Keliru. Ekspor kita ke China kurang lebih sekitar 20 miliar dolar AS, itu untuk nikel. Itu bukan tergantung. Kita kan buka mau negara mana pun silakan beli,” ujar Bahlil setelah menggunakan hak suaranya di TPS 04 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa memang China sudah melakukan kontrak jangka panjang dengan Indonesia. Akan tetapi, Bahli menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah wujud ketergantungan.
Indonesia, kata dia, masih membuka peluang untuk melakukan kerja sama ekspor dengan negara lainnya.
“Kita terbuka kok. Bagi kita mau ekspor ke mana pun, no problem (tidak masalah),” kata Bahlil.
Ia juga menambahkan bahwa ekspor garmen Indonesia ke Amerika Serikat mencapai lebih dari 10 miliar dolar AS.
“Dan pasar-pasar tradisional kita juga besar. Neraca perdagangan kita sekarang sampai 40 bulan, kalau gak salah, 36-40 bulan berturut-turut surplus,” kata dia.
Pernyataan tersebut terkait dengan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal yang menyebut Indonesia masih perlu melakukan diversifikasi ekspor agar tidak bergantung pada negara mitra dagang utama seperti China.
Menurut Faisal, dalam jangka pendek atau sampai 5 tahun mendatang, ketergantungan terhadap pasar China dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke China sebesar 1 persen setiap Produk Domestik China (PDB) naik 1 persen.
Dalam jangka panjang atau sampai 10 tahun mendatang, ekspor Indonesia ke China bisa tumbuh 37,6 persen setiap kenaikan 1 persen PDB China.
Baca juga: Analis Energi menilai kapasitas produksi baterai perlu ditingkatkan
Namun pada saat yang sama, penurunan ekonomi China juga berpotensi menurunkan ekspor Indonesia ke Negeri Tirai Bambu tersebut, yang pada akhirnya berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain ke China, ekspor Indonesia ke India tumbuh rata-rata sebesar 12,26 persen per tahun, ke negara-negara Asean tumbuh 5,36 persen, ke Jepang tumbuh 2,73 persen, ke Amerika Serikat tumbuh 2,65 persen, dan ke Eropa tumbuh 2,60 persen per tahun.
Baca juga: Harita Nickel buka peluang ekspor nikel ke Korea dan Jepang
“Keliru. Ekspor kita ke China kurang lebih sekitar 20 miliar dolar AS, itu untuk nikel. Itu bukan tergantung. Kita kan buka mau negara mana pun silakan beli,” ujar Bahlil setelah menggunakan hak suaranya di TPS 04 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa memang China sudah melakukan kontrak jangka panjang dengan Indonesia. Akan tetapi, Bahli menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah wujud ketergantungan.
Indonesia, kata dia, masih membuka peluang untuk melakukan kerja sama ekspor dengan negara lainnya.
“Kita terbuka kok. Bagi kita mau ekspor ke mana pun, no problem (tidak masalah),” kata Bahlil.
Ia juga menambahkan bahwa ekspor garmen Indonesia ke Amerika Serikat mencapai lebih dari 10 miliar dolar AS.
“Dan pasar-pasar tradisional kita juga besar. Neraca perdagangan kita sekarang sampai 40 bulan, kalau gak salah, 36-40 bulan berturut-turut surplus,” kata dia.
Pernyataan tersebut terkait dengan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal yang menyebut Indonesia masih perlu melakukan diversifikasi ekspor agar tidak bergantung pada negara mitra dagang utama seperti China.
Menurut Faisal, dalam jangka pendek atau sampai 5 tahun mendatang, ketergantungan terhadap pasar China dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke China sebesar 1 persen setiap Produk Domestik China (PDB) naik 1 persen.
Dalam jangka panjang atau sampai 10 tahun mendatang, ekspor Indonesia ke China bisa tumbuh 37,6 persen setiap kenaikan 1 persen PDB China.
Baca juga: Analis Energi menilai kapasitas produksi baterai perlu ditingkatkan
Namun pada saat yang sama, penurunan ekonomi China juga berpotensi menurunkan ekspor Indonesia ke Negeri Tirai Bambu tersebut, yang pada akhirnya berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain ke China, ekspor Indonesia ke India tumbuh rata-rata sebesar 12,26 persen per tahun, ke negara-negara Asean tumbuh 5,36 persen, ke Jepang tumbuh 2,73 persen, ke Amerika Serikat tumbuh 2,65 persen, dan ke Eropa tumbuh 2,60 persen per tahun.
Baca juga: Harita Nickel buka peluang ekspor nikel ke Korea dan Jepang
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: