“Sampai sekarang, stigma mereka di masyarakat, ODGJ itu masih menakutkan, bahkan mungkin lebih parah sangat dihindari, dijauhi karena dianggap berbahaya,” kata Yanti di Jakarta pada Selasa.
Padahal, kata dia, selama penderita ODGJ rutin meminum obat sebagaimana yang dianjurkan oleh dokter, kondisi emosi mereka stabil dan tidak ada kecenderungan untuk menyerang individu lain.
Baca juga: Pemilih ODGJ antusias tunaikan hak pilih Pemilu 2024
Baca juga: Pemilih ODGJ ikuti sosialisasi terakhir jelang pencoblosan Pemilu 2024
Mengaitkan dengan masih tingginya angka diskriminasi yang dialami oleh para penderita ODGJ, ia mengatakan keluarga justru masih menjadi pihak yang paling sering melakukannya, mulai dari pengucilan, pengabaian, penolakan hingga penelantaran karena merasa aib memiliki hubungan keluarga dengan penderita ODGJ.
“Tidak sedikit pihak keluarga menolak mengakui ketika petugas panti mengonfirmasi identitas warga binaan ke keluarganya padahal yang kami perjuangkan adalah tempat terbaik untuk warga binaan, yaitu bersama keluarga mereka,” jelasnya.
Salah satu bentuk diskriminasi itu ialah warga binaan tidak dapat memberikan hak suaranya pada saat Pemilu 14 Februari besok karena keluarga enggan memberikan data yang bersangkutan kepada petugas panti untuk keperluan administrasi pindah memilih.
Pada saat yang sama, anggota keluarga juga enggan menjemput warga binaan supaya dapat memilih di TPS asal karena faktor malu dilihat oleh tetangga.
Baca juga: KPU: Tidak ada ODGJ di Kota Bengkulu terdata ikut Pemilu 2024
Baca juga: KPU DKU: Sediakan kursi prioritas di TPS bagi pemilih tertentu